;p

;p

~ItS mE~

MY BLOG AGE

Daisypath Anniversary tickers

slm

Monday, February 24, 2014

FATIMAH BINTI RASULULLAH SAW.

 

FATIMAH BINTI RASULULLAH SAW.

Pada suatu ketika, Abu Bakar ra. pernah datang kepada Rasulullah SAW. dan meminang Fatimah ra. untuk dijadian sebagai istrinya. Hal itu dijawab oleh Beliau SAW. dengan halus, "Wahai Abu Bakar, tunggulah ketetapan tentang Fatimah.' Jawaban Rasulullah SAW. ini diceritakan oleh Abu Bakar ra. kepada Umar bin Khattab ra.. Umar berkata, itu artinya beliau menolakmu, wahai Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar ra. menyarankan kepada Umar ra, 'Sekarang cobalah kamu yang menanyai Rasulullah SAW. untuk meminang Fatimah.' Atas anjuran tersebut, maka Umar ra. pergi menjumpai Rasulullah SAW. dan meminta kepada Beliau SAW. untuk menikahkan Fatimah ra. dengannya. Pada kali itu pun Rasulullah SAW. menjawab, 'Wahai Umar, Tunggulah ketetapan tentangnya.' Setelah dijawab demikian, Umar ra. menemui Abu Bakar dan menceritakan hal ini kepadanya. 'Berarti beliau juga telah menolakmu wahai Umar.' Kata Abu Bakar ra.. Selanjutnya keluarga Ali ra. telah menyarankan kepada Ali ra., 'Mintalah kepada Rasulullah SAW. agar kamu dapat meminang Fatimah.' Maka Ali ra. mendatangi Rasulullah SAW. untuk meminang Fatimah. Pinangan ini diterima oleh beliau dengan baik. Dan pada hari itu juga Rasulullah SAW. telah menikahkannya dengan Fatimah ra. dengan mahar beberapa pakaian bekas dan kulit domba.

Dan ketika itu, perlengkapan pengantin wanitanya antara lain adalah tempat tidur dari dedaunan kurma, bantal kulit berisi jerami, bejana kulit kecil dan kantong air dari kulit. Untuk pernikahan itu, Ali ra. telah menjual seekor unta miliknya dan sebagian barang-barangnya, sehingga terkumpul 480 dirham. Setelah terkumpul Rasulullah SAW. menyuruh Ali, "Belikaniah dua pertiga dari uang itu untuk wangi-wangian dan yang sepertiganya untuk barang-barang.' Setelah menikahi Fatimah, maka Nabi SAW. berkata kepada Ali ra., 'Carilah rumah'. Maka Ali pun mencari sebuah rurnah untuk tempat tinggainya bersama keluarga baru. la menemukan sebuah rumah yang agak jauh dari kediaman Rasulullah SAW. Karena rasa sayang Rasulullah SAW. kepada Fatimah, beliau berkata kepada Fatimah, 'Aku ingin kalian pindah agar berdekatan denganku.' Fatimah menjawab, 'Sebaiknya ayahanda, meminta kepada Haritsa bin Nu'man untuk pindah demi aku.' Rasulullah SAW. menjawab, 'Haritsa dulu pernah pindah demi kita, jadi aku enggan untuk memintanya kembali.' Hal ini telah terdengar oleh Haritsa, sehingga ia datang menemui Rasulullah SAW. dan berkata, 'Ya Rasulullah SAW, aku telah mendengar bahwa engkau ingin agar Fatirnah pindah ke dekat rumahmu. Rumah-rumahku adalah rumah Bani Najjar yang paling dekat ke rumahmu. Aku dan hartaku adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, Ya Rasulullah SAW. aku lebih menyukai uang yang engkau ambil dariku daripada yang tinggal.' Rasulullah SAW. berkata, 'Engkau telah berkata dengan sebenarnya, semoga Allah memberkatimu.' Maka Rasulullah SAW. memindahkan Fatimah ke rumah Haritsa.

Ali dan Fatimah ra. adalah pasangan suami istri yang hidup dengan penuh kesederhanaan. Tempat tidur mereka terbuat dari kulit domba. jika mereka akan tidur, mereka harus membalikkan bulunya terlebih dahulu. Sedangkan bantainya terbuat dari kulit yang diisi jerami. Walaupun demikian, hari-hari mereka telah diisi dengan kebahagiaan. Pada suatu ketika, Fatimah berkata, 'Demi Allah, aku telah menumbuk gandum sampai tanganku lecet.' Maka Ali ra. menganjurkan kepada istrinya, agar menjumpai Rasulullah SAW. untuk meminta tawanan-tawanan perang sebagai pembantu di rumahnya. Fatimah pun segera menemui Rasulullah SAW.. Sesampainya di sana, banyak sahabat sedang berkumpul di sisi Rasulullah SAW.. Rasulullah SAW. bertanya, 'Ada apa, wahai putriku?' Fatimah menjawab, 'Aku datang untuk mengucapkan salam untukmu.' Fatimah terlalu segan untuk mengutarakan maksudnya, sehingga ia kembali pulang tanpa tertunaikan maksud kedatangannya. Sesampainya di rumah Ali bertanya, "Bagaimana haslinya?' Fatimah menjawab, 'Aku terlalu malu untuk meminta kepada beliau.' Kemudian mereka berdua datang menghadap Rasulullah SAW.. Ali ra. berkata, 'Ya Rasulullah SAW., Fatimah telah menimba air sampai dadanya luka.ia telah menumbuk (gandum) sampai tangannya lecet. Dan Allah telah memberimu rampasan perang dan kekayaan, berilah kami seorang pelayan.' Namun Rasulullah SAW. menjawab, 'Demi Allah, aku tidak akan memberimu pelayan, dan membiarkan ahli Shuffah menahan perutnya karena kelaparan. Aku tidak mempunyai sesuatu untuk mereka, jadi aku akan menjual barang rampasan itu dan memberikannya kepada mereka. Maukah kalian kuceritakan sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta tadi? Mereka menjawab, 'Ya, tentu saja.' Beliau berkata, 'Yaitu beberapa kalimat yang diajarkan Jibril kepadaku. Ketika kalian beristirahat di tempat tidur ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali. Dan nasehat itu telah menjadi amalan rutin keluarga Fatimah ra.

Ali ra. berkata, 'Demi Allah, aku tidak pernah mengabaikan bacaan itu sejak Rasulullah SAW. mengajarkannya kepada kami.' lbnu Kiwa' berkata kepadanya, 'Bahkan pada malam perang Siffin?' Ali menjawab, 'Semoga Allah murka pada kalian, wahai penduduk lrak.

Suatu ketika, Ali ra. pernah berbuat kasar kepada Fatimah ra. Lalu Fatimah ra. mengancam Ali ra., Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah SAW.!' Fatimah pun pergi kepada Nabi SAW. dan Ali ra. mengikutinya. Sesampainya di sana, Fatimah mengeluhkan tentang kekasaran Ali ra.. Nabi SAW. menyabarkannya, 'Wahai putriku, dengarkanlah, pasang telinga dan pahami. Bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.' Ali ra. berkata, 'Kalau begitu aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.' Fatimah pun berkata, Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak engkau sukai.'

Juga disebutkan dalam riwayat lain, Pernah terjadi pertengkaran antara Ali dan Fatimah. Lalu Rasulullah SAW. datang, dan Ali ra. menyediakan tempat untuk Rasulullah SAW. berbaring. Kemudian Fatimah datang dan berbaring di samping Nabi SAW.. lalu Ali pun berbaring di sisi lainnya. Rasulullah SAW. mengambil tangan Ali dan meletakkannya di atas perut beliau, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di atas perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah SAW., 'Tadi engkau masuk dalam keadaan demikian, lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di wajahmu.'Beliau menjawab, 'Apa yang menahanku dari kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?'

Pada suatu ketika, 'Aisyah ra. sedang duduk bersama Rasulullah SAW., kemudian datanglah Fatimah dengan gaya berjalannya yang sama dengan gaya berjalan Rasulullah SAW. Nabi SAW. menyambutnya, 'Selamat datang, Putriku.' Lalu Beliau mendudukkan Fatimah di sampingnya dan membisikkan sesuatu kepadanya sehingga Fatimah menangis. Kemudian beliau kembali membisiki lagi kepada Fatimah, dan dia tertawa. Melihat hal ini, 'Aisyah bertanya, 'Mengapa engkau menangis lalu tertawa setelah dibisiki oleh Rasulullah SAW. Apa gerangan yang telah dibisikkan Rasulullah SAW. kepadamu?' Fatimah menjawab, 'Aku tidak akan membuka rahasia beliau.'

Ketika Rasulullah SAW. wafat, 'Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah, dan ia menjawab, 'Rasulullah SAW. membisikiku, 'Jibril selalu mendatangiku setiap tahun dan mengulangi Al-Qur'an kepadaku satu kali. Namun, pada tahun ini dia datang kepadaku dua kaii dan membacakan Al-Qur'an kepadaku dua kali. Aku merasa ajalku sudah dekat. Aku penghulu terbaik bagimu.' Maka aku menangis. Lalu Beliau membisikkan lagi, 'Engkau orang yang paling cepat menyusuiku dari keluargaku.' Maka aku tertawa karenanya.

Pada hari-hari menjelang kematiannya, Fatimah disrerang sakit yang parah. Abu Bakar ra. pergi mengunjungi Fatimah dan meminta izin untuk masuk. Maka Ali berkata kepada istrinya, Fatimah, 'Ada Abu Bakar di depan pintu. Apakah engkau mengizinkannya masuk?' Fatimah ra. mengembalikan pertanyaan itu kepada suaminya, 'Apakah engkau setuju?' 'Ya,' jawab Ali. Maka Abu Bakar ra. masuk untuk mengunjunginya dan menghiburnya sehingga membuat Fatimah senang. Dan pada ketika sakitnya itu, Salma datang menengoknya. Sedangkan pada hari itu Ali ra. sedang keluar. Fatimah berkata kepada Salma, 'Tuangkaniah air untuk mandiku.' Maka Salma menuangkan air untuk mandi Fatimah dengan cara yang terbaik. Kemudian Fatimah berkata, 'Bawakantah bajuku yang baru.' Maka Salma memberikan pakaian baru kepadanya dan dia pun mengenakannya. Kemudian Fatimah berkata lagi, 'Angkatlah tempat tidurku ke tengah-tengah ruangan.' Salma memindahkannya, lalu dia berbaring menghadap kiblat. Kemudian Fatimah berkata kepada Salma, 'Ibu, aku akan menemui ajal sekarang. Aku telah mandi, jadi jangan biarkan orang lain membuka bahuku.' Salma bercerita, 'Fatimah telah wafat.

Kemudian Ali datang dan aku mengabarkan hal itu kepadanya.' Ali ra. berkata, 'Demi Allah, tidak seorang pun yang akan membuka bahunya.' Dia mengangkat jenazah Fatimah dan menguburkannya dengan mandi itu.

Sunday, February 23, 2014

FATIMAH AZ-ZAHRA R.A

 

FATIMAH AZ-ZAHRA R.A


        Beliau adalah puteri Rasulullah s.a.w yang keempat yang telah hadir di tengah masyarakat yang mendewakan kehadiran anak lelaki. Fatimah lahir pada tahun ke-5 sebelum kenabian Rasulullah s.a.w. Kehadiran bayi ini disambut dengan penuh kegembiraan meskipun sebelumnya telah hadir tiga anak perempuan tanpa seorang pun anak lelaki. Suasana dalam keluarga mereka amat indah. Kedua-dua orang tuanya amat menyayanginya, begitu juga dengan kakak-kakaknya. Terutama sekali Zainab, kakak sulung yang mengasuh Fatimah seperti anaknya sendiri, teman dan saudara dalam susah mahupun senang.
 
        Ternyata limpahkan kasih sayang kakak-kakaknya tidak bertahan lama. Seorang demi seorang mereka telah pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Zainab pergi mengikut suaminya, Abi Al-Ash’ manakala Ruqayah dan Ummu Kaltsum pula berkahwin dengan Uthbah dan Utaibah, kedua-duanya adalah keluarga Abu Lahab.
 
        Ketika beliau berusia 5 tahun, telah datang berita ledakan hebat tentang agama baru yang dibawa oleh ayahnya. Situasi yang dihadapi keluarganya, membuatkan Fatimah kehilangan keseronokan semasa kecilnya. Tetapi Fatimah tidak pernah menyesal, dia rela menionggalkan masa kanak-kanaknya untuk menghadapi derita bersama keluarganya. Semenjak Muhammad s.a.w menyampaikan ajaran agama baru itu sikap kaum Quraisy terhadap keluarga mereka amatlah menyakitkan hati. Fatimah yang masih kecil dapat memahami sepenuhnya apa yang telah terjadi ke atas keluarganya, terutama ayahnya.
 
        Tetapi ini yang membahagiakn Fatimah kerana kesunyian dan kesepiannya telah hilang. Kesepian yang dirasakan sebelum ayahnya menjadi Rasul justeru hilang setelah keluarganya menghadapi berbagai tindakan kekerasan dari mereka yang tidak mahu menerima ajaran ayahnya. Fatimah gembira kerana keadaan ini membuatkan hubungan keluarga mereka kembali erat. Kegembiraannya bertambah ketika beliau mendapat tahu bahawa Ali bin Abi Thalib, anak saudara ayahnya menyatakan dirinya sebagai kanak-kanak pertama yang memeluk Islam selepas keluarga mereka sendiri. Fatimah mempunyai harapan ynag besar yang ditujukan kepada Abi Thalib, ayah Ali yang juga telah diseru oleh Rasulullah untuk memeluk Islam. Bukan itu sahaja, malah Fatimah juga mengharapkan agar suami Zainab, Abi Al-Ash’ memeluk Islam. Itulah harapan Fatimah yang ternyata berbeza dengan apa yang dikehendaki Allah. Allah ingin menguji keluarga Muhammad dengan cubaan yang benar-benar berat dan pedih. Allah s.w.t ingin menunjukkan ketabahan dan kerelaan Rasulullah s.a.w berkorban agar menjadi contoh teladan bagi seluruh umatnya.
 
        Sejak kecil Fatimah telah mengalami derita penganiayaan bersama ayahnya. Pada satu ketika, Fatimah berjalan di samping ayahnya menuju Ka’abah dan dilihat oleh kaum musyrikin dan serentak dengan itu mereka berteriak manyatakan Muhammad adalah orang yang bodoh yang menyatakan kebesaran tuhannya. Dengan penuh kelembutan dan kesabaran Muhammad menyatakan bahawa dirinya berkata sesuatu yang benar dan Allah itu wujud.
 
        Mendengar akan jawapan itu, kaum musyrikin sangat marah dan dengan kasar mereka telah merenggut baju Rasulullah s.a.w., Fatimah tidak mampu berbuat apa-apa. Untunglah tidak lama kemudian telah datang Abu Bakar yang dengan kasar menepis tangan mereka. Kemudian mereka melepaskan Rasulullah tetapi kini kemarahan mereka tertumpah kepada Abu Bakar. Sebahagiannya memegang dan menarik janggutnya serta tangannya dengan kasar. Kemudian dimainkan pula kepala Abu Bakar. Fatimah sendiri yang menyaksikan sendiri ayahnya dihina dengan cara yang melampaui batas. Sedang Rasulullah s.a.w bersujud di Ka’abah, tidak jauh dari situ ada seorang yang sedang mengawasi baginda. Orang tersebut adalah Uqbah bin Abi Mu’ith yang telah meletakkan kotoran binatang sembelihan dipunggung baginda. Rasulullah s.a.w hanya diam tanpa mengangkat kepala baginda. Fatimah datang dan dengan keberanian yang ada beliau telah memaki Uqbah, dengan tangannya yang halus itu beliau telah membuang kotoran tersebut dari punggung ayahnya yang tercinta.
       
        Fatimah memang anak kesayangan Rasulullah s.a.w sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam hadith Shahih: “Fatimah adalah sepotong dariku. Aku merasakan apa yang dirasakannya dan aku juga membenci apa yang dibencinya.” Bahkan dalam senarai 4 wanita terbaik dan salah seorang mereka adalah Fatimah. Tiga yang lainnya adalah Maryam, Aisyah, Khadijah sebagaimana disebutkan dalam kitab Fadhail Muslim, Thabaqat Ibnu Saad, Isti’ab serta dalam Ishabah.
 
        Sementara itu, Fatimah telah mekar semerbak bagai sekuntum melati. Usia yang menginjak ke 18 tahun, tetapi Fatimah masih belum ingin bernikah lagi. Hatinya belum sembuh dari kesan perkahwinan kakak-kakaknya. Tetapi akhirnya, masa dan usia menuntun fitrah yang seharusnya bagi seorang wanita. Perlahan-lahan hikamh perkahwinan dapat dimengertikan.
 
        Ali seorang pemuda yang beruntung kerana dapat memetik bunga terakhir dari rumah Rasulullah s.a.w itu. Sebenarnya Fatimah telah lama merasakan dirinya begitu dekat dengan Ali. Apalagi setelah mereka berada di Madinah. Bagi Fatimah tidak ada pemuda lain baginya selain dari Ali. Pemuda yang sejak kecil dekat dengan dirinya, pemuda yang pertama sekali menyatakan ke-Islamannya. Seorang pemuda yang keberanian dan kecerdasannya tidak ada yang dapat menandinginya. Tetapi Fatimah tetap berusaha menutup pintu hatinya. Hati kecilnya belum rela meninggalkan ayahnya sendirian. Semenjak ibunya meninggal, Fatimah adalah tiang rumahtangga menggantikan kedudukan ibunya. Beliau menjaga ayahnya dengan begitu teliti, sehingga mendapat julukan sebagai ibu ayahnya.
 
        Satu ketika Fatimah terfikir bahawa kedudukan dirinya di rumah Rasulullah akan tersingkir, kerana kedatangan Aisyah. Puteri Abu Bakar yang telah berhasil mengisi kekosongan hati ayahnya. Perkahwinan ayahnya dan Aisyah berlangsung beberapa bulan setelah Hijrah. Selepas perkahwinan itu, Fatimah telah pergi ke rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib.
 
        Sebenarnya Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah dengan rasa ragu-ragu kerana beliau merasakan yang dirinya tidak mempunyai apa-apa untuk mahar perkahwinannya dengan puteri bongsu Rasulullah s.a.w itu. Apalagi beliau pernah mendengar bahawa Rasulullah s.a.w telah menolak pinangan Abu
Bakar dan Umar ke atas Fatimah. Berita ini semakin meresahkan hatinya. Namun keberaniannya tumbuh apabila memikirkan bahawa dirinya mempunyai kelebihannya yang tersendiri iaitu Muhammad pernah dipelihara oleh ayahnya dahulu dan dirinya juga pernah tinggal bersama-sama Muhammad. Bahkan dirinya juga adalah pemuda yang paling awal masuk Islam.
 
        Oleh itu, beliau telah pergi berjumpa dengan Rasulullah untuk menyatakan rasa hatinya. Apabila berjumpa dengan Rasulullah, Ali telah menyatakan bahawa dirinya ingin meminang Fatimah tetapi dia tidak mempunyai apa-apa untuk dijadikan sebagai mahar perkahwinannya nanti. Mendengar akan pengakuan Ali itu, Rasulullah telah memintanya supaya menjadikan pakaian perang yang telah diberikan oleh Rasulullah dulu sebagai maharnya.
 
        Akhirnya, perkahwinan mereka berlangsung secara sederhana. Mereka diraikan dengan mengundang para sahabat untuk menyaksikan pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad. Perkahwinan mereka berlangsung pada bulan Rejab, setelah selesai perang Badar. Ali juga telah mampu menyewa rumahnya sendiri untuk tinggal bersama Fatimah, setelah perkahwinan mereka. Namun rumahtangga mereka tidak seperti yang dijangkakan.
 
        Diriwayatkan pada suatu ketika, Ali bin Abi Thalib ingin menikah lagi. Sedangkan itu adalah perkara yang paling dibenci oleh Fatimah. Beliau tidak ingin suaminya membawa saingan baru untuknya.
Ali r.a ingin menikah lagi dengan bersandarkan bahawa itu dihalalkan oleh agama dan itu akan menimpa sesiapa sahaja meskipun wanita itu adalah Fatimah, puteri kesayangan Rasulullah s.a.w. Ali menganggap bahawa Fatimah akan menerima berita ini dengan ikhlas, seperti teladan yang diberikan oleh Ummul Mukminin Aisyah yang hidup berdampingan dengan Hafsah dan Ummu Salamah. Namun pernikahan itu tidak diizinkan oleh Rasulullah kerana Ali ingin bernikah dengan cucu bekas musuh Islam yang terbesar iaitu Abu Jahal. Allah juga tidak mengizinkan puteri Rasul-Nya untuk berkumpul bersama dengan puteri musuhnya untuk selamanya. Setelah berita pernikahan Ali itu tidak mendapat keizinan dari Allah dan Rasulullah, Ali telah membatalkan niatnya untuk bernikah semula dan memohon maaf kepada Fatimah kerana telah menyakiti hati puteri kesayangannya itu. Kehidupan mereka berjalan secara damai. Fatimah menjalankan semua tugas rumahtangga dengan dukungan sepenuhnya dari Ali. Kesedihan semakin lama semakin menghilang dari benak dan fikiran Fatimah. Ali sememangnya berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan oleh Fatimah.
        Allah akhirnya menunjukkan rahmat dan rezeki-Nya pada keluarga itu. Fatimah telah mengandung dan selamat melahirkan anak pertamanya, seorang bayi lelaki. Bayi tersebut dinamakan Hasan dan dilahirkan pada tahun ke-3 Hijrah. Madinah turut bergembira dan merayakan kedatangan cucu
Rasulullah s.a.w itu. Rasulullah s.a.w telah bersedekah dengan perak seberat rambutnya kepada kaum fuqara Madinah. Baginda berasa sangat lega kerana telah mendapat cucu dari puteri yang paling disayanginya. Kegembiraan itu bertambah lagi, apabila setahun kemudian Fatimah melahirkan seorang lagi bayi lelaki yang diberi nama Husain. Dia dilahirkan pada bulan Sya’ban di tahun ke-4 Hijrah.
 
        Kehadiran kedua-dua cucunya itu amat menggembirakan hati Rasulullah s.a.w. Wajah baginda selalu sahaja berseri di kala melihat Fatimah memangku kedua-dua anak itu. Baginda berbesar hati kerana ada penerus kehidupan keluarganya di dunia ini. Tidaklah menghairankan apabila Rasulullah s.a.w benar-benar melimpahkan semua kasih sayangnya kepada kedua-dua cucunya itu. Bukan itu sahaja kenikmatan yang diberikan Allah kepada pasangan itu. Pada tahun ke-5 Hijrah, Fatimah telah melahirkan puterinya iaitu Zainab. Nama ini diberikan oleh Rasulullah s.a.w untuk mengenang puteri sulungnya.
 
        Dua tahun kemudian, lahir seorang lagi puteri dan Rasulullah menamakannya dengan nama Ummu Kaltsum. Pemberian nama ini menunjukkan Rasulullah masih lagi mengenang kedua-dua puterinya yang telah meninggal. Kegembiraan itu tidak lama, awan mendung mula nampak mulai nampak di atas Madinah. Rasulullah menderita sakit pada bulan Safar 11 Hijrah. Semua kaum keluarga menyangkanya sebagai sakit biasa yang akan segera sembuh, tidak ada seorangpun menyangka bahawa itu adalah petunjuk awal maut yang mendekati Rasulullah s.a.w. Mendengar perkhabaran itu, Fatimah telah kebingungan. Hampir setiap hari beliau menziarahi ayahnya. Suatu hari
 
        Fatimah datang kepada ayahnya dan Rasulullah s.a.w melihatnya dengan wajah yang amat gembira dan berseri-seri. Fatimah duduk di samping ayahnya, Rasulullah membisikkan bahawa ajalnya sudah dekat yang menyebabkan wajah Fatimah berubah menjadi sedih. Melihat keadaan itu, Rasulullah s.a.w berkata:
“Kelak engkaulah yang akan menyusul ayah, apakah engkau tidak senang menjadi ratu dari wanita-wanita umatku, wahai puteriku?” Perkhabaran ini membuatkan Fatimah tersenyum kegembiraan. Beliau tertawa senang setelah menangis, bahkan airmatanya pun belum hilang dari pipi.
 
        Takdir Allah s.w.t berlaku ke atas semua hamba-Nya, tidak terkecuali juga kepada utusan-Nya, Muhammad Rasulullah s.a.w. Di hadapan puteri dan isteri-isterinya, baginda menutup mata untuk selama-lamanya.
Selepas kewafatan ayahnya, Fatimah menghabiskan sisa hidupnya dengan berdiam diri dan menyepi. Fatimah telah menyerahkan sepenuhnya kepada kesedihan yang hampir sama di saat bonda dan kakak-kakaknya pergi meninggalkannya. Bahkan ini lebih pedih lagi. Keinginannya hanya satu, menyusul mereka secepatnya sebagaimana yang telah di khabarkan oleh ayahnya sebelum baginda wafat.
 
        Pada hari Isnin bersamaan 2 Ramadhan tahun 11 Hijrah, Fatimah telah merangkul semua ahli keluarganya yang datang untuk menjenguknya. Beliau juga meminta pembantunya memberinya mandi dan membaringkannya di atas katil di tengah rumah. Ali amat terkejut ketika sampai di rumah apabila mendapati isterinya telah memejamkan mata untuk selama-lamanya. Kemudian Ali memakamkan isterinya di Baqi’. Seluruh kaum muslimin merasakan kehilangan puteri bongsu Rasulullah s.a.w itu.