;p

;p

~ItS mE~

MY BLOG AGE

Daisypath Anniversary tickers

slm

Monday, February 24, 2014

FATIMAH BINTI RASULULLAH SAW.

 

FATIMAH BINTI RASULULLAH SAW.

Pada suatu ketika, Abu Bakar ra. pernah datang kepada Rasulullah SAW. dan meminang Fatimah ra. untuk dijadian sebagai istrinya. Hal itu dijawab oleh Beliau SAW. dengan halus, "Wahai Abu Bakar, tunggulah ketetapan tentang Fatimah.' Jawaban Rasulullah SAW. ini diceritakan oleh Abu Bakar ra. kepada Umar bin Khattab ra.. Umar berkata, itu artinya beliau menolakmu, wahai Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar ra. menyarankan kepada Umar ra, 'Sekarang cobalah kamu yang menanyai Rasulullah SAW. untuk meminang Fatimah.' Atas anjuran tersebut, maka Umar ra. pergi menjumpai Rasulullah SAW. dan meminta kepada Beliau SAW. untuk menikahkan Fatimah ra. dengannya. Pada kali itu pun Rasulullah SAW. menjawab, 'Wahai Umar, Tunggulah ketetapan tentangnya.' Setelah dijawab demikian, Umar ra. menemui Abu Bakar dan menceritakan hal ini kepadanya. 'Berarti beliau juga telah menolakmu wahai Umar.' Kata Abu Bakar ra.. Selanjutnya keluarga Ali ra. telah menyarankan kepada Ali ra., 'Mintalah kepada Rasulullah SAW. agar kamu dapat meminang Fatimah.' Maka Ali ra. mendatangi Rasulullah SAW. untuk meminang Fatimah. Pinangan ini diterima oleh beliau dengan baik. Dan pada hari itu juga Rasulullah SAW. telah menikahkannya dengan Fatimah ra. dengan mahar beberapa pakaian bekas dan kulit domba.

Dan ketika itu, perlengkapan pengantin wanitanya antara lain adalah tempat tidur dari dedaunan kurma, bantal kulit berisi jerami, bejana kulit kecil dan kantong air dari kulit. Untuk pernikahan itu, Ali ra. telah menjual seekor unta miliknya dan sebagian barang-barangnya, sehingga terkumpul 480 dirham. Setelah terkumpul Rasulullah SAW. menyuruh Ali, "Belikaniah dua pertiga dari uang itu untuk wangi-wangian dan yang sepertiganya untuk barang-barang.' Setelah menikahi Fatimah, maka Nabi SAW. berkata kepada Ali ra., 'Carilah rumah'. Maka Ali pun mencari sebuah rurnah untuk tempat tinggainya bersama keluarga baru. la menemukan sebuah rumah yang agak jauh dari kediaman Rasulullah SAW. Karena rasa sayang Rasulullah SAW. kepada Fatimah, beliau berkata kepada Fatimah, 'Aku ingin kalian pindah agar berdekatan denganku.' Fatimah menjawab, 'Sebaiknya ayahanda, meminta kepada Haritsa bin Nu'man untuk pindah demi aku.' Rasulullah SAW. menjawab, 'Haritsa dulu pernah pindah demi kita, jadi aku enggan untuk memintanya kembali.' Hal ini telah terdengar oleh Haritsa, sehingga ia datang menemui Rasulullah SAW. dan berkata, 'Ya Rasulullah SAW, aku telah mendengar bahwa engkau ingin agar Fatirnah pindah ke dekat rumahmu. Rumah-rumahku adalah rumah Bani Najjar yang paling dekat ke rumahmu. Aku dan hartaku adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, Ya Rasulullah SAW. aku lebih menyukai uang yang engkau ambil dariku daripada yang tinggal.' Rasulullah SAW. berkata, 'Engkau telah berkata dengan sebenarnya, semoga Allah memberkatimu.' Maka Rasulullah SAW. memindahkan Fatimah ke rumah Haritsa.

Ali dan Fatimah ra. adalah pasangan suami istri yang hidup dengan penuh kesederhanaan. Tempat tidur mereka terbuat dari kulit domba. jika mereka akan tidur, mereka harus membalikkan bulunya terlebih dahulu. Sedangkan bantainya terbuat dari kulit yang diisi jerami. Walaupun demikian, hari-hari mereka telah diisi dengan kebahagiaan. Pada suatu ketika, Fatimah berkata, 'Demi Allah, aku telah menumbuk gandum sampai tanganku lecet.' Maka Ali ra. menganjurkan kepada istrinya, agar menjumpai Rasulullah SAW. untuk meminta tawanan-tawanan perang sebagai pembantu di rumahnya. Fatimah pun segera menemui Rasulullah SAW.. Sesampainya di sana, banyak sahabat sedang berkumpul di sisi Rasulullah SAW.. Rasulullah SAW. bertanya, 'Ada apa, wahai putriku?' Fatimah menjawab, 'Aku datang untuk mengucapkan salam untukmu.' Fatimah terlalu segan untuk mengutarakan maksudnya, sehingga ia kembali pulang tanpa tertunaikan maksud kedatangannya. Sesampainya di rumah Ali bertanya, "Bagaimana haslinya?' Fatimah menjawab, 'Aku terlalu malu untuk meminta kepada beliau.' Kemudian mereka berdua datang menghadap Rasulullah SAW.. Ali ra. berkata, 'Ya Rasulullah SAW., Fatimah telah menimba air sampai dadanya luka.ia telah menumbuk (gandum) sampai tangannya lecet. Dan Allah telah memberimu rampasan perang dan kekayaan, berilah kami seorang pelayan.' Namun Rasulullah SAW. menjawab, 'Demi Allah, aku tidak akan memberimu pelayan, dan membiarkan ahli Shuffah menahan perutnya karena kelaparan. Aku tidak mempunyai sesuatu untuk mereka, jadi aku akan menjual barang rampasan itu dan memberikannya kepada mereka. Maukah kalian kuceritakan sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta tadi? Mereka menjawab, 'Ya, tentu saja.' Beliau berkata, 'Yaitu beberapa kalimat yang diajarkan Jibril kepadaku. Ketika kalian beristirahat di tempat tidur ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali. Dan nasehat itu telah menjadi amalan rutin keluarga Fatimah ra.

Ali ra. berkata, 'Demi Allah, aku tidak pernah mengabaikan bacaan itu sejak Rasulullah SAW. mengajarkannya kepada kami.' lbnu Kiwa' berkata kepadanya, 'Bahkan pada malam perang Siffin?' Ali menjawab, 'Semoga Allah murka pada kalian, wahai penduduk lrak.

Suatu ketika, Ali ra. pernah berbuat kasar kepada Fatimah ra. Lalu Fatimah ra. mengancam Ali ra., Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah SAW.!' Fatimah pun pergi kepada Nabi SAW. dan Ali ra. mengikutinya. Sesampainya di sana, Fatimah mengeluhkan tentang kekasaran Ali ra.. Nabi SAW. menyabarkannya, 'Wahai putriku, dengarkanlah, pasang telinga dan pahami. Bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.' Ali ra. berkata, 'Kalau begitu aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.' Fatimah pun berkata, Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak engkau sukai.'

Juga disebutkan dalam riwayat lain, Pernah terjadi pertengkaran antara Ali dan Fatimah. Lalu Rasulullah SAW. datang, dan Ali ra. menyediakan tempat untuk Rasulullah SAW. berbaring. Kemudian Fatimah datang dan berbaring di samping Nabi SAW.. lalu Ali pun berbaring di sisi lainnya. Rasulullah SAW. mengambil tangan Ali dan meletakkannya di atas perut beliau, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di atas perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah SAW., 'Tadi engkau masuk dalam keadaan demikian, lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di wajahmu.'Beliau menjawab, 'Apa yang menahanku dari kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?'

Pada suatu ketika, 'Aisyah ra. sedang duduk bersama Rasulullah SAW., kemudian datanglah Fatimah dengan gaya berjalannya yang sama dengan gaya berjalan Rasulullah SAW. Nabi SAW. menyambutnya, 'Selamat datang, Putriku.' Lalu Beliau mendudukkan Fatimah di sampingnya dan membisikkan sesuatu kepadanya sehingga Fatimah menangis. Kemudian beliau kembali membisiki lagi kepada Fatimah, dan dia tertawa. Melihat hal ini, 'Aisyah bertanya, 'Mengapa engkau menangis lalu tertawa setelah dibisiki oleh Rasulullah SAW. Apa gerangan yang telah dibisikkan Rasulullah SAW. kepadamu?' Fatimah menjawab, 'Aku tidak akan membuka rahasia beliau.'

Ketika Rasulullah SAW. wafat, 'Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah, dan ia menjawab, 'Rasulullah SAW. membisikiku, 'Jibril selalu mendatangiku setiap tahun dan mengulangi Al-Qur'an kepadaku satu kali. Namun, pada tahun ini dia datang kepadaku dua kaii dan membacakan Al-Qur'an kepadaku dua kali. Aku merasa ajalku sudah dekat. Aku penghulu terbaik bagimu.' Maka aku menangis. Lalu Beliau membisikkan lagi, 'Engkau orang yang paling cepat menyusuiku dari keluargaku.' Maka aku tertawa karenanya.

Pada hari-hari menjelang kematiannya, Fatimah disrerang sakit yang parah. Abu Bakar ra. pergi mengunjungi Fatimah dan meminta izin untuk masuk. Maka Ali berkata kepada istrinya, Fatimah, 'Ada Abu Bakar di depan pintu. Apakah engkau mengizinkannya masuk?' Fatimah ra. mengembalikan pertanyaan itu kepada suaminya, 'Apakah engkau setuju?' 'Ya,' jawab Ali. Maka Abu Bakar ra. masuk untuk mengunjunginya dan menghiburnya sehingga membuat Fatimah senang. Dan pada ketika sakitnya itu, Salma datang menengoknya. Sedangkan pada hari itu Ali ra. sedang keluar. Fatimah berkata kepada Salma, 'Tuangkaniah air untuk mandiku.' Maka Salma menuangkan air untuk mandi Fatimah dengan cara yang terbaik. Kemudian Fatimah berkata, 'Bawakantah bajuku yang baru.' Maka Salma memberikan pakaian baru kepadanya dan dia pun mengenakannya. Kemudian Fatimah berkata lagi, 'Angkatlah tempat tidurku ke tengah-tengah ruangan.' Salma memindahkannya, lalu dia berbaring menghadap kiblat. Kemudian Fatimah berkata kepada Salma, 'Ibu, aku akan menemui ajal sekarang. Aku telah mandi, jadi jangan biarkan orang lain membuka bahuku.' Salma bercerita, 'Fatimah telah wafat.

Kemudian Ali datang dan aku mengabarkan hal itu kepadanya.' Ali ra. berkata, 'Demi Allah, tidak seorang pun yang akan membuka bahunya.' Dia mengangkat jenazah Fatimah dan menguburkannya dengan mandi itu.

Sunday, February 23, 2014

FATIMAH AZ-ZAHRA R.A

 

FATIMAH AZ-ZAHRA R.A


        Beliau adalah puteri Rasulullah s.a.w yang keempat yang telah hadir di tengah masyarakat yang mendewakan kehadiran anak lelaki. Fatimah lahir pada tahun ke-5 sebelum kenabian Rasulullah s.a.w. Kehadiran bayi ini disambut dengan penuh kegembiraan meskipun sebelumnya telah hadir tiga anak perempuan tanpa seorang pun anak lelaki. Suasana dalam keluarga mereka amat indah. Kedua-dua orang tuanya amat menyayanginya, begitu juga dengan kakak-kakaknya. Terutama sekali Zainab, kakak sulung yang mengasuh Fatimah seperti anaknya sendiri, teman dan saudara dalam susah mahupun senang.
 
        Ternyata limpahkan kasih sayang kakak-kakaknya tidak bertahan lama. Seorang demi seorang mereka telah pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Zainab pergi mengikut suaminya, Abi Al-Ash’ manakala Ruqayah dan Ummu Kaltsum pula berkahwin dengan Uthbah dan Utaibah, kedua-duanya adalah keluarga Abu Lahab.
 
        Ketika beliau berusia 5 tahun, telah datang berita ledakan hebat tentang agama baru yang dibawa oleh ayahnya. Situasi yang dihadapi keluarganya, membuatkan Fatimah kehilangan keseronokan semasa kecilnya. Tetapi Fatimah tidak pernah menyesal, dia rela menionggalkan masa kanak-kanaknya untuk menghadapi derita bersama keluarganya. Semenjak Muhammad s.a.w menyampaikan ajaran agama baru itu sikap kaum Quraisy terhadap keluarga mereka amatlah menyakitkan hati. Fatimah yang masih kecil dapat memahami sepenuhnya apa yang telah terjadi ke atas keluarganya, terutama ayahnya.
 
        Tetapi ini yang membahagiakn Fatimah kerana kesunyian dan kesepiannya telah hilang. Kesepian yang dirasakan sebelum ayahnya menjadi Rasul justeru hilang setelah keluarganya menghadapi berbagai tindakan kekerasan dari mereka yang tidak mahu menerima ajaran ayahnya. Fatimah gembira kerana keadaan ini membuatkan hubungan keluarga mereka kembali erat. Kegembiraannya bertambah ketika beliau mendapat tahu bahawa Ali bin Abi Thalib, anak saudara ayahnya menyatakan dirinya sebagai kanak-kanak pertama yang memeluk Islam selepas keluarga mereka sendiri. Fatimah mempunyai harapan ynag besar yang ditujukan kepada Abi Thalib, ayah Ali yang juga telah diseru oleh Rasulullah untuk memeluk Islam. Bukan itu sahaja, malah Fatimah juga mengharapkan agar suami Zainab, Abi Al-Ash’ memeluk Islam. Itulah harapan Fatimah yang ternyata berbeza dengan apa yang dikehendaki Allah. Allah ingin menguji keluarga Muhammad dengan cubaan yang benar-benar berat dan pedih. Allah s.w.t ingin menunjukkan ketabahan dan kerelaan Rasulullah s.a.w berkorban agar menjadi contoh teladan bagi seluruh umatnya.
 
        Sejak kecil Fatimah telah mengalami derita penganiayaan bersama ayahnya. Pada satu ketika, Fatimah berjalan di samping ayahnya menuju Ka’abah dan dilihat oleh kaum musyrikin dan serentak dengan itu mereka berteriak manyatakan Muhammad adalah orang yang bodoh yang menyatakan kebesaran tuhannya. Dengan penuh kelembutan dan kesabaran Muhammad menyatakan bahawa dirinya berkata sesuatu yang benar dan Allah itu wujud.
 
        Mendengar akan jawapan itu, kaum musyrikin sangat marah dan dengan kasar mereka telah merenggut baju Rasulullah s.a.w., Fatimah tidak mampu berbuat apa-apa. Untunglah tidak lama kemudian telah datang Abu Bakar yang dengan kasar menepis tangan mereka. Kemudian mereka melepaskan Rasulullah tetapi kini kemarahan mereka tertumpah kepada Abu Bakar. Sebahagiannya memegang dan menarik janggutnya serta tangannya dengan kasar. Kemudian dimainkan pula kepala Abu Bakar. Fatimah sendiri yang menyaksikan sendiri ayahnya dihina dengan cara yang melampaui batas. Sedang Rasulullah s.a.w bersujud di Ka’abah, tidak jauh dari situ ada seorang yang sedang mengawasi baginda. Orang tersebut adalah Uqbah bin Abi Mu’ith yang telah meletakkan kotoran binatang sembelihan dipunggung baginda. Rasulullah s.a.w hanya diam tanpa mengangkat kepala baginda. Fatimah datang dan dengan keberanian yang ada beliau telah memaki Uqbah, dengan tangannya yang halus itu beliau telah membuang kotoran tersebut dari punggung ayahnya yang tercinta.
       
        Fatimah memang anak kesayangan Rasulullah s.a.w sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam hadith Shahih: “Fatimah adalah sepotong dariku. Aku merasakan apa yang dirasakannya dan aku juga membenci apa yang dibencinya.” Bahkan dalam senarai 4 wanita terbaik dan salah seorang mereka adalah Fatimah. Tiga yang lainnya adalah Maryam, Aisyah, Khadijah sebagaimana disebutkan dalam kitab Fadhail Muslim, Thabaqat Ibnu Saad, Isti’ab serta dalam Ishabah.
 
        Sementara itu, Fatimah telah mekar semerbak bagai sekuntum melati. Usia yang menginjak ke 18 tahun, tetapi Fatimah masih belum ingin bernikah lagi. Hatinya belum sembuh dari kesan perkahwinan kakak-kakaknya. Tetapi akhirnya, masa dan usia menuntun fitrah yang seharusnya bagi seorang wanita. Perlahan-lahan hikamh perkahwinan dapat dimengertikan.
 
        Ali seorang pemuda yang beruntung kerana dapat memetik bunga terakhir dari rumah Rasulullah s.a.w itu. Sebenarnya Fatimah telah lama merasakan dirinya begitu dekat dengan Ali. Apalagi setelah mereka berada di Madinah. Bagi Fatimah tidak ada pemuda lain baginya selain dari Ali. Pemuda yang sejak kecil dekat dengan dirinya, pemuda yang pertama sekali menyatakan ke-Islamannya. Seorang pemuda yang keberanian dan kecerdasannya tidak ada yang dapat menandinginya. Tetapi Fatimah tetap berusaha menutup pintu hatinya. Hati kecilnya belum rela meninggalkan ayahnya sendirian. Semenjak ibunya meninggal, Fatimah adalah tiang rumahtangga menggantikan kedudukan ibunya. Beliau menjaga ayahnya dengan begitu teliti, sehingga mendapat julukan sebagai ibu ayahnya.
 
        Satu ketika Fatimah terfikir bahawa kedudukan dirinya di rumah Rasulullah akan tersingkir, kerana kedatangan Aisyah. Puteri Abu Bakar yang telah berhasil mengisi kekosongan hati ayahnya. Perkahwinan ayahnya dan Aisyah berlangsung beberapa bulan setelah Hijrah. Selepas perkahwinan itu, Fatimah telah pergi ke rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib.
 
        Sebenarnya Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah dengan rasa ragu-ragu kerana beliau merasakan yang dirinya tidak mempunyai apa-apa untuk mahar perkahwinannya dengan puteri bongsu Rasulullah s.a.w itu. Apalagi beliau pernah mendengar bahawa Rasulullah s.a.w telah menolak pinangan Abu
Bakar dan Umar ke atas Fatimah. Berita ini semakin meresahkan hatinya. Namun keberaniannya tumbuh apabila memikirkan bahawa dirinya mempunyai kelebihannya yang tersendiri iaitu Muhammad pernah dipelihara oleh ayahnya dahulu dan dirinya juga pernah tinggal bersama-sama Muhammad. Bahkan dirinya juga adalah pemuda yang paling awal masuk Islam.
 
        Oleh itu, beliau telah pergi berjumpa dengan Rasulullah untuk menyatakan rasa hatinya. Apabila berjumpa dengan Rasulullah, Ali telah menyatakan bahawa dirinya ingin meminang Fatimah tetapi dia tidak mempunyai apa-apa untuk dijadikan sebagai mahar perkahwinannya nanti. Mendengar akan pengakuan Ali itu, Rasulullah telah memintanya supaya menjadikan pakaian perang yang telah diberikan oleh Rasulullah dulu sebagai maharnya.
 
        Akhirnya, perkahwinan mereka berlangsung secara sederhana. Mereka diraikan dengan mengundang para sahabat untuk menyaksikan pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad. Perkahwinan mereka berlangsung pada bulan Rejab, setelah selesai perang Badar. Ali juga telah mampu menyewa rumahnya sendiri untuk tinggal bersama Fatimah, setelah perkahwinan mereka. Namun rumahtangga mereka tidak seperti yang dijangkakan.
 
        Diriwayatkan pada suatu ketika, Ali bin Abi Thalib ingin menikah lagi. Sedangkan itu adalah perkara yang paling dibenci oleh Fatimah. Beliau tidak ingin suaminya membawa saingan baru untuknya.
Ali r.a ingin menikah lagi dengan bersandarkan bahawa itu dihalalkan oleh agama dan itu akan menimpa sesiapa sahaja meskipun wanita itu adalah Fatimah, puteri kesayangan Rasulullah s.a.w. Ali menganggap bahawa Fatimah akan menerima berita ini dengan ikhlas, seperti teladan yang diberikan oleh Ummul Mukminin Aisyah yang hidup berdampingan dengan Hafsah dan Ummu Salamah. Namun pernikahan itu tidak diizinkan oleh Rasulullah kerana Ali ingin bernikah dengan cucu bekas musuh Islam yang terbesar iaitu Abu Jahal. Allah juga tidak mengizinkan puteri Rasul-Nya untuk berkumpul bersama dengan puteri musuhnya untuk selamanya. Setelah berita pernikahan Ali itu tidak mendapat keizinan dari Allah dan Rasulullah, Ali telah membatalkan niatnya untuk bernikah semula dan memohon maaf kepada Fatimah kerana telah menyakiti hati puteri kesayangannya itu. Kehidupan mereka berjalan secara damai. Fatimah menjalankan semua tugas rumahtangga dengan dukungan sepenuhnya dari Ali. Kesedihan semakin lama semakin menghilang dari benak dan fikiran Fatimah. Ali sememangnya berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan oleh Fatimah.
        Allah akhirnya menunjukkan rahmat dan rezeki-Nya pada keluarga itu. Fatimah telah mengandung dan selamat melahirkan anak pertamanya, seorang bayi lelaki. Bayi tersebut dinamakan Hasan dan dilahirkan pada tahun ke-3 Hijrah. Madinah turut bergembira dan merayakan kedatangan cucu
Rasulullah s.a.w itu. Rasulullah s.a.w telah bersedekah dengan perak seberat rambutnya kepada kaum fuqara Madinah. Baginda berasa sangat lega kerana telah mendapat cucu dari puteri yang paling disayanginya. Kegembiraan itu bertambah lagi, apabila setahun kemudian Fatimah melahirkan seorang lagi bayi lelaki yang diberi nama Husain. Dia dilahirkan pada bulan Sya’ban di tahun ke-4 Hijrah.
 
        Kehadiran kedua-dua cucunya itu amat menggembirakan hati Rasulullah s.a.w. Wajah baginda selalu sahaja berseri di kala melihat Fatimah memangku kedua-dua anak itu. Baginda berbesar hati kerana ada penerus kehidupan keluarganya di dunia ini. Tidaklah menghairankan apabila Rasulullah s.a.w benar-benar melimpahkan semua kasih sayangnya kepada kedua-dua cucunya itu. Bukan itu sahaja kenikmatan yang diberikan Allah kepada pasangan itu. Pada tahun ke-5 Hijrah, Fatimah telah melahirkan puterinya iaitu Zainab. Nama ini diberikan oleh Rasulullah s.a.w untuk mengenang puteri sulungnya.
 
        Dua tahun kemudian, lahir seorang lagi puteri dan Rasulullah menamakannya dengan nama Ummu Kaltsum. Pemberian nama ini menunjukkan Rasulullah masih lagi mengenang kedua-dua puterinya yang telah meninggal. Kegembiraan itu tidak lama, awan mendung mula nampak mulai nampak di atas Madinah. Rasulullah menderita sakit pada bulan Safar 11 Hijrah. Semua kaum keluarga menyangkanya sebagai sakit biasa yang akan segera sembuh, tidak ada seorangpun menyangka bahawa itu adalah petunjuk awal maut yang mendekati Rasulullah s.a.w. Mendengar perkhabaran itu, Fatimah telah kebingungan. Hampir setiap hari beliau menziarahi ayahnya. Suatu hari
 
        Fatimah datang kepada ayahnya dan Rasulullah s.a.w melihatnya dengan wajah yang amat gembira dan berseri-seri. Fatimah duduk di samping ayahnya, Rasulullah membisikkan bahawa ajalnya sudah dekat yang menyebabkan wajah Fatimah berubah menjadi sedih. Melihat keadaan itu, Rasulullah s.a.w berkata:
“Kelak engkaulah yang akan menyusul ayah, apakah engkau tidak senang menjadi ratu dari wanita-wanita umatku, wahai puteriku?” Perkhabaran ini membuatkan Fatimah tersenyum kegembiraan. Beliau tertawa senang setelah menangis, bahkan airmatanya pun belum hilang dari pipi.
 
        Takdir Allah s.w.t berlaku ke atas semua hamba-Nya, tidak terkecuali juga kepada utusan-Nya, Muhammad Rasulullah s.a.w. Di hadapan puteri dan isteri-isterinya, baginda menutup mata untuk selama-lamanya.
Selepas kewafatan ayahnya, Fatimah menghabiskan sisa hidupnya dengan berdiam diri dan menyepi. Fatimah telah menyerahkan sepenuhnya kepada kesedihan yang hampir sama di saat bonda dan kakak-kakaknya pergi meninggalkannya. Bahkan ini lebih pedih lagi. Keinginannya hanya satu, menyusul mereka secepatnya sebagaimana yang telah di khabarkan oleh ayahnya sebelum baginda wafat.
 
        Pada hari Isnin bersamaan 2 Ramadhan tahun 11 Hijrah, Fatimah telah merangkul semua ahli keluarganya yang datang untuk menjenguknya. Beliau juga meminta pembantunya memberinya mandi dan membaringkannya di atas katil di tengah rumah. Ali amat terkejut ketika sampai di rumah apabila mendapati isterinya telah memejamkan mata untuk selama-lamanya. Kemudian Ali memakamkan isterinya di Baqi’. Seluruh kaum muslimin merasakan kehilangan puteri bongsu Rasulullah s.a.w itu.

UMMU KULTSUM BINTI RASULULLAH SAW.

 

UMMU KULTSUM BINTI RASULULLAH SAW.

Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah ra., putri Rasulullah SAW. Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara Utbah yang telah menikahi Ruqayyah, sebelurn mereka mengenal Islam. Lalu ketika Rasulullah SAW. telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya memeluk Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi SAW. yang selalu ditentang oleh Abu lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah telah mewahyukan kepada Nabi SAW. firman-Nya yang berbunyi, Maka celakalah kedua tangan Abu lahab'(Al-lahab: 1) ' Setelah tutun ayat ini, Abu lahab berkata kepads Utaibah anaknya, "Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan putri Nabi. Maka dia pun menceraikan istrinya, Ummu Kultsum begitu saja. Utaibah mendatangi Nabi SAW. dan mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati Rasulullah SAW. Atas periakuan itu, maka Rasulullah SAW. telah berdoa kepada Allah, agar mengirimkan anjing-anjing-Nya untuk membinasakan Utaibah. Dan apa yang telah didoakan oleh Nabi SAW. terhadap Utaibah itu benar-benar teriadi.

Dalam suatu perjalanan, seekor singa yang ganas teiah memilih Utaibah di antara teman-temannya untuk diterkam kepalanya. Utaibah mati dalam keadaan yang sangat mengerikan. Setelah bercerai, maka Ummu Kultsum kembali tinggal bersama Rasulullah SAW. di Mekkah. Dia ikut hijrah ke Madinah ketika Rasulullah SAW. berhijrah, kemudian tinggal di sana bersama keluarga Rasulullah SAW. Ruqayyah dan Ummu Kultsum adalah dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua teriahir dari bapak yang sama, ibu yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula.

Ketika Ruqayyah meninggal dunia, maka Utsman bin Affan ra. menikahi Ummu Kultsum yang masih perawan yang belum terjamah oleb Utaibah. Pada waktu itu adalah bulan Rabi'ul-Awwal, tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya'ban tahun ke-9 Hijriyah. Rasulullah SAW. berkata, 'Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman.' Ummu Kultsum adaiah seorang wanita yang cantik. la senang memakai jubah sutra yang bergaris. Pada hari wafatnya, jenazahnya telah dimandikan oleh Asma' binti Umais dan Shafiah binti Abdul Muthalib. jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang polgon palem yang baru dipotong. Dan pada saat penguburannya, Rasulullah SAW. duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum dengan berlinangan air mata. Beliau berkata, siapa di antara kalian yang tidak bercampur dengan istrinya tadi malam?' Abu Thalhah ra. berkata, 'Aku, ya Rasulullah SAW' lalu Beliau menyuruhnya, "Turunlah kamu." Maka Abu Thalhah turun dan menguburkan Ummu Kultsum ra.

UMMU KALTSUM

 

UMMU KALTSUM

        Kebaikan yang diberi Allah s.w.t bukan saja kepada Ruqayah malah Ummu Kaltsum juga memiliki keistimewaannya yang tersendiri. Bersama dengan
kakaknya, mereka telah dikembalikan ke rumah orang tuanya, diceraikan oleh suami masing-masing. Allah telah menyelamatkan Ummu Kaltsumdari tangan Utaibah bin Abu Lahab dan ibu mertuanya Ummu Jamil Hammalatul Hatab.
 
        Setelah bercerai, Ummu Kaltsum tinggal bersama dengan keluarganya. Ummu Kaltsum bersama dengan ibunya selalu bersedih apabila melihat ayahnya pulang dalam keadaan lelah, badan penuh dengan luka akibat dengki kaum Quraisy.
Setelah sekian lama, di hadapan suami dan anak-anaknya; Fatimah, Ummu Kaltsum serta Zainab, Khadijah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan penuh damai. Rasulullah juga sempat memberikan janji gembira akan kebahagiaan bagi Khadijah kelak di akhirat. Tidak lama selepas itu, baginda mendapat seru untuk berhijrah ke Yathrib bersama-sama dengan para pengikutnya.
 
        Waktu berjalan amat lambat, siang dilalui dengan penuh ketegangan dan ratapan ingin berjumpa dengan ayah mereka. Alhamdulillah, tidak berapa lama kemudian terdengar berita gembira bahawa Rasulullah s.a.w dan Abu Bakar telah selamat sampai ke Yathrib. Selang beberapa lama kemudian datang pula Zaid bin Haritsah, utusan Rasulullah s.a.w untuk mengambil kedua-dua puteri beliau dan semua ahli keluarga Abu Bakar.
Dua tahun telah berlalu, berbagai peristiwa yang berlaku sama ada yang sedih mahupun yang menyenangkan telah mereka alami. Peperangan Badar yang membawa kemenangan, kematian Ruqayah akibat kesedihan, semuanya terjadi di hadapan mata Ummu Kaltsum. Sedang Ummu Kaltsum merenung takdir yang telah menimpa dirinya, tiba-tiba masuk Ummu Ilyasy, pembantu mereka. Rasulullah s.a.w telah memanggilnya unutk dinikahkan dengan Uthman bin Affan , bekas suami kakaknya Ruqayah yang telah meninggal dunia.
Ummu Kaltsum bergelar isteri kepada Utman bin Affan selama 6 tahun. Kejayaan dan keberhasilan ayahnya sempat dilihat, juga peranan suaminya yang besar, yang selalu berjuang di samping ayahnya sebagai pejuang serta seorang menantu.
       
        Satu kisah telah diriwayatkan, di Madinah ada sebuah telaga milik seorang Yahudi yang akan dijual airnya kepada kaum muslimin. Mendengar akan tawaran itu, Uthman telah menawar diri untuk membelinya. Tawar-menawar pun terjadi, tetapi Yahudi itu tetap dengan pendiriannya bahawa dia hanya akan menjual separuh sahaja dengan harga 12 ribu dirham. Uthman pun menyetujuinya dan dibayarnya. Perjanjiannya sehari untuk Uthman dan sehari untuk Yahudi.
Dengan kebijaksanaan Uthman, setiap kali tiba gilirannya, beliau akan menyuruh kaum muslimin mengambil air untuk persediaan selama 2 hari, sehingga sampai ke giliran yang berikutnya. Melihat keadaan itu, Yahudi tersebut sangat marahdan mendatangi Uthman untuk menjual separuh lagi bahagian telaga tersebut kepada Uthman dengan harga 8 dirham.
 
        Bulan Zulkaedah tiba di tahun ke-6 Hijrah. Rasulullah s.a.w dengan unta Al-Qaswa’ disertai 500 orang sahabat tanpa senjata kecuali pedang disarungnya, telah berangkat menuju ke Makkah untuk melakukan ibadat Umrah. Ketika sampai di Hudaibiah, QuraiRasulullah s.a.w dengan unta Al-Qaswa’ disertai 500 orang sahabat tanpa senjata kecuali pedang disarungnya, telah berangkat menuju ke Makkah untuk melakukan ibadat Umrah. Ketika sampai di Hudaibiah, Quraisy telah menahan dan melarang mereka masuk ke Makkah. Bagi menyelesaikan masalah tersebut, Rasulullah s.a.w telah menyuruh Umar untuk menjelaskan persoalanya kepada pihak Quraisuy. Umar telah menolak dan menyarankan agar Uthman saja yang pergi menyelesaikannya.
 
        Semua khuatir menunggu berita dari Uthman, tetapi tidak ada yang melebihi kekhuatiran Ummu Kaltsum. Beliau amat takut akan pengkhianatan Quraisy yang mungkin dilakukan terhadap suaminya. Berbagai khabar datang yang membuat hati Ummu Kaltsum tidak boleh tenang. Bahkan ada satu berita yang menyatakan bahawa Uthman telah dibunuh.
Namun segalanya hanyalah khabar angin sahaja. Uthman telah kembali dengan selamat dan menghilangkan semua kekhuatiran kaum muslimin. Beliau telah datang dengan membawa sederet persyaratan yang diajukan oleh kaum Quraisy kepada kaum muslimin dan akhirnya tercapailah kata sepakat dalam “Perjanjian Hudaibiah” meskipun ramai yang tidak bersetuju dengan perjanjian tersebut, termasuklah Uthman. Sebagaimana terjadi, Rasulullah telah menyetujui persyaratan Quraisy dan setelah selesai menandatangi perjanjian, baginda pun memotong rambut dan menyembelih korban. Ramai yang tidak mahu mengikutinya sehinggakan baginda terpaksa mengeluarkan perkataan yang agak keras serta melakukannya sendiri. Akhirnya semua kaum baginda telah menurut apa yang dilakukannya. Ummu Kaltsum gelisah apabila mendapaty tahu bahawa suaminya termasuk antara mereka yang tidak menyetujui perjanjian itu, dia takut sekiranya suaminya juga tidak mengikuti apa yang dilakukan oleh ayahnya.
 
        Ternyata masa penantian untuk memasuki Makkah tidak lama. Dua tahun kemudian, kaum muslimin telah berhasil untuk memasuki Makkah tanpa kesulitan. Fatimah dan Ummu Kaltsum juga turut serta dalam perjalanan yang menggembirakan itu. Hal ini membuatkan mereka bersedih apabila menyedari bahawa hanya mereka bertiga sahaja yang masih dapat melihat tanah Makkah kembali. Allah telah memanjangkan riwayat hidup Ummu Kaltsum sehingga dapat menikmati kejayaan umat Islam hasil perjuangan panjang yang menuntut berbagai korban dari umat Islam. Akhirnya tiba saatnya bagi Ummu Kaltsum menghadap Pencipta-Nya, selepas kakaknya Ruqayah. Ummu Kaltsum wafat pada tahun ke-9 Hijrah di bulan Sya’ban tanpa meninggalkan sebrang keturunan. Beliau dimakamkan di sisi makam kakaknya, Ruqayah di Madinah.
 
        Kematian Ummu Kaltsum membuatkan Rasulullah s.a.w berasa amat sedih, rasanya bencana kematian yang menimpa beliau bertubi-tubi tanpa kenal belas kasihan. Hikmah Allah untuk Ummu Kaltsum ternyata begitu besar. Allah telah menghindarkan Ummu Kaltsum untuk mengalami penderitaan yang lebih besar lagi iaitu keyatiamn dan kejandaan. Ini adalah kerana selang setahun kemudian ayahnya, Rasulullah s.a.w telah pergi menghadap Allah Yang Berkuasa. Beliau juga terhindar dari kekejian yang harus dilihatnya. Suaminya, Uthman bin Affan yang mati sebagai korban pembunuhan pihak yang tidak bertanggungjawab, 25 tahun kemudian.

RUQAYYAH BINTI RASULULLAH SAW.

 

 RUQAYYAH BINTI RASULULLAH SAW.

Ruqayyah telah menikah dengan Utbah bin Abu lahab sebelum masa kenabian. Sebenarnya hat itu sangat tidak disukai oleh Khadijah ra.. Karena ia telah mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Umrnu jamil binti Harb, yang terkenal berperangai buruk dan jahat. ta khawatir putrinya akan memperoleh sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya tersebut. Dan ketika Rasulullah SAW. telah diangkat menjadi Nabi, maka Abu Lahablah, orang yang paling memusuhi Rasulullah SAW. dan Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut orang-orang Mekkah agar memusuhi Nabi SAW. dan para sahabat ra.. Begitu pufa istrinya, Ummu Jamil yang senantiasa berusaha mencelakakan Rasulullah SAW. dan memfitnahnya. Atas perilaku Abu lahab dan permusuhannya yang keras terhadap Rasulullah SAW., maka Allah telah menurunkan wahyu-Nya, 'Maka celakalah kedu,7 tangan Abu lahab, (Al lahab: 1) Setelah ayat ini turun, maka Abu lahab berkata kepada kedua orang putranya, Utbah dan Utaibah, 'Kepalaku tidak haial bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan Putri Muhammad.' Atas perintah bapaknya itu, maka Utbah mericeraikan istrinya tanpa alasan. Setelah bercerai dengan Utbah, kemudian Ruqayyah dinikahkan oleh Rasulullah SAW. dengan Utsman bin Affan ra.

Hati Ruqayyah pun berseri-seri dengan pernikahannya ini. Karena Utsman adalah seorang Muslim yang beriman teguh, berbudi luhur, tampan, kaya raya, dan dari golongan bangsawan Quraisy. Setelah pernikahan itu, penderitaan kaum muslimin bertambah berat, dengan tekanan dan penindasan dari kafirin Quraisy. Ketika semakin hari penderitaan kaum muslimin, termasuk keluarga Rasulutlah SAW. bertambah berat, maka dengan berat hati Nabi SAW. mengijinkan Utsman beserta keluarganya dan beberapa muslim lainnya untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Ketika itu Rasulullah SAW. bersabda, 'Pergilah ke negeri Habasyah, karena di sana ada seorang raja yang terkenal baik budinya, tidak suka menganiaya siapapun, Di sana adalah bumi yang melindungi kebenaran. Pergilah kalian ke sana. Sehingga Allah akan membebaskan kalian dari penderitaan ini.'

Maka berangkatlah satu kafilah untuk berhijrah dengan diketuai oleh Utsman bin Affan ra. Rasulullah SAW. bersabda tentang mereka, Mereka adalah orang yang pertama kali hijrah karena Allah setelah Nabi Luth as.' Setibanya di Habasyah mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Mereka hidup tenang dan tenteram, hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum muslimin di Mekkah telah aman. Mendengar berita tersebut, disertai kerinduan kepada kampung halaman, maka Utsman memutuskan bahwa kafilah muslimin yang dipimpimnya itu akan kembali lagi ke kampung halamannya di Mekkah. Mereka pun kembali. Namun apa yang dijumpai adalah berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di Habasyah. Pada masa itu, mereka mendapati keadaan kaum muslimin yang mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan atas kaum muslimin semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak berani memasuki Mekkah pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti kota Mekkah, barulah mereka mengunjungi rumah masingmasing yang dirasa aman. Ruqayyah pun masuk ke rumahnya, melepas rindu terhadap orang tua dan saudara-saudaranya.

Namun ketika matanya beredar ke sekeliling rumah, ia tidak menjumpai satu sosok manusia yang sangat ia rindukan. la bertanya, 'Mana ibu?..... mana ibu?....' Saudara-saudaranya terdiam tidak menjawab. Maka Ruqayyah pun sadar, orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu telah tiada. Ruqayyah menangis. Hatinya sangat bergetar, bumi pun rasanya berputar atas kepergiannya. Penderitaan hatinya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama berselang, anak lelaki satu-satunya, yaitu Abdullah yang lahir ketika hijrah pertama, telah meninggal dunia pula. Padahal nama Abdullah adalah kunyah bagi Utsman ra., yaitu Abu Abdullah. Abdullah masih berusia dua tahun, ketika seekor ayam jantan mematuk mukanya sehingga mukanya bengkak, maka Allah mencabut nyawanya. Ruqayyah tidak mempunyai anak lagi setelah itu.

Dia hijrah ke Madinah setelah Rasulullah SAWj. hijrah. Ketika Rasulullah SAW. bersiap-siap untuk perang Badar, Ruqayyah jatuh sakit, sehingga Rasulullah SAW. menyuruh Utsman bin Affan agar tetap tinggal di Madinah untuk merawatnya. Namun maut telah menjemput Ruqayyah ketika Rasulullah SAW. masih berada di medan Badar pada bulan Ramadhan. Kemudian berita wafatnya ini dikabarkan oleh Zaid bin Haritsah ke Badar. Dan kemenangan kaum muslimin yang dibawa oleh Rasulullah SAW. beserta pasukannya dari Badar, ketika masuk ke kota Madinah, telah disambut dengan berita penguburan Ruqayyah ra. Pada saat wafatnya Ruqayyah, Rasulullah SAW. berkata, Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz'un.'

Para wanita menangisi kepergian Ruqayyah. Sehingga Umar bin Khattab ra. datang kepada para wanita itu dan memukuli mereka dengan cambuknya agar mereka tidak keterlaluan dalam menangisi jenazah Ruqayyah. Akan tetapi Rasulullah SAW. menahan tangan Umar ra. dan berkata, 'Biarkaniah mereka menangis, ya Umar. Tetapi hati-hatilah dengan bisikan syaitan. Yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah dan merupakan rahmat. Yang datang dari tangan dan lidah adalah dari syaitan.'

RUQAYAH BINTI MUHAMMAD

 

RUQAYAH BINTI MUHAMMAD


        Perkahwinan Zainab, puteri sulung Rasulullah dengan Abi Al-‘Ash belum hilang kemeriahannya lagi, datang utusan keluarga Abdul Muthallib ingin menjalin ikatan kekeluargaan dengan keluarga Muhammad. Utusan itu adalah untuk meminta kedua-dua adik Zaianb iaitu Ruqayah dan Ummi Kaltsum. Dua saudara yang amat akrab sekali. Mereka telah meminang kedua-dua puteri Muhammad untuk Utbah dan Utaibah, 2 anak lelaki Abu Lahab yang terkenal dengan julukan bapa saudara Abdul Uzza.
 
        Ruqayah dan Ummi Kaltsum terdiam apabila mendapat tahu bahawa orang yang meminang mereka ialah Utbah dan Utaibah, anak bapa saudara mereka sendiri. Khadijah merasa sedih apabila mengenang akan nasib anaknya nanti. Fikirannya melayang, membayangkan keluarga calon besannya itu. Betapa beliau ragu melepaskan kedua-dua puterinya, Ummu Jamil, bakal ibu mertua kepada puterinya itu adalah seorang wanita yang kasar, sombong dan bengis. Segala sikap dan perilakunya tidak mencerminkan wanita Quraisy yang terhormat sama sekali dan itulah yang merunsingkan hatinya.
 
        Fikiran tersebut selalu mengganggu Khadijah, tetapi tidak disampaikan kepada suaminya. Padahal selalunya beliau adalah seorang yang sering berterus terang, tidak suka menyembunyikan sesuatu dari suaminya. Ruqayah dan Ummi Kaltsum telah dilanda oleh kebingungan. Bayang yang menyeramkan terpampang di hadapan mereka. Abu Lahab dan ibu mertuanya Ummu Jamil mengisyaratkan kehidupan yang tidak menyenangkan sama sekali. Mereka ssama sekali tidak mempersoalkan Utbah dan Utaibah. Keduanya memang pemuda bani Hasyim yang masih ada tali kekeluargaan dengan mereka dari sebelah ayah mereka. Ummu Jamil adalah keluarga Abdul Manaf; sedang Abdul Uzza adalah orang yang berjasa kepada keluarga mereka. Cintanya begitu besar kepada Muhammad, sehinggakan apabila mendengar khabar Muhammad lahir langsung hambanya, Tsuwaibah dibebaskan tanpa syarat.
 
        Semua jasa Abu Lahab tidak pernah dilupakan oleh mereka. Mereka pun sebenarnya tidak akan menolak anak lelaki keluarga bapa saudara Abdul Uzza itu. Kebimbangan mereka lebih tertumpu pada ketakutan menghadapi ibu mertuanya. Mereka telah terbiasa hidup dalam suasana yang harmoni dan menyenangkan dalam keluarga bahagia. Bersama orang tua yang mengasihinya, ibu yang bijaksana, ayah yang mulia dan tingkah laku yang sopan dan menarik hati.
 
        Gambaran keluarga Muhammad memang mengasyikkan, membuatkan sesiapa saja iri hati apabila melihatnya. Perkara ini jauh berbeza dengan keluarga calon mertua mereka. Oleh kerana mereka tidak mahu membuatkan ayah mereka malu kepada keluarga terdekat, mereka telah menerima pinangan keluarga Abdul Uzza. Upacara perkahwinan mereka berlangsung dengan lancar. Ruqayah dengan Utbah bin Abdul Uzza dan Ummu Kaltsum dengan Utaibah bin Abdul Uzza.
 
        Muhammad memberikan berkat dan restunya, kemudian menyerahkan keselamatan puterinya kepada Yang Maha Berkuasa. Begitu juga Khadijah, dengan penuh rasa kekhuatiran melepaskan kedua-dua puterinya ke rumah mertua mereka.
 
        Setelah selesai upacara pernikahan itu, Muhammad pergi beribadat dan bertafakur. Khadijah juga berasa hairan melihat suaminya yang lebih senang menyepi. Muhammad pula semakin sibuk dengan fikirannya tanpa sedikitpun mahu berkongsi kesusahan yang dialami dengan isterinya. Malam terus berlalu, hari demi hari berganti, naik turun seirama dengan kehidupan. Seirama pula dengan hati Khadijah yang mengikuti gerak langkah suaminya, Muhammad yang selama ini naik turun ke Gua Hira’. Adakalanya ingatan Khadijah melayang kepada kedua-dua puterinya, Ruqayah dan Ummi Kaltsum.
        Terbayang di matanya kehidupan yang menyedihkan bagi kedua-dua puterinya itu. Seperti yang telah dijangkakan akan terjadi, setelah khabar ke-Rasulan Muhammad tersebar luas, Ruqayah dan Ummi Kaltsum telah diceraikan oleh suami mereka. Ke-Rasulan Muhammad juga menyebabkan Abu Lahab pernah mengancam kedua-dua anak lelakinya. Ini semua adalah kerana ketajaman lidah Ummu Jamil yang berhasil mengikis kecintaan Abu Lahab kepada Muhammad.
 
        Ummu Jamil berasal dari keluarga Abdus Syams, beliau berbuat begitu kerana rasa iri hati dan mahu membalas sakit hati kaumnya kepada keluarga bani Hasyim. Beliau ingin memutuskan rasa kekeluargaan di antara keluarga bani Hasyim. Dari kaum bani Hasyim, hanya mereka sahaja yang menentang Muhammmad s.a.w. memang ramai bani Hasyim yang yang menolak unutk memeluk Islam tetapi mereka tidak menentang dan menghina Muhammad mahupun menyeksa kaum muslimin sepertimana yang telah dilakukan oleh kaum Quraisy dan Abu Lahab.
 
        Disebabkan dendam itu semua, kedua puteri Rasulullah telah menjadi janda. Ruqayah dan Ummi Kaltsum telah diceraikan dan dikembalikan kepada orang tuanya oleh Ummu Jamil dan Abu Lahab. Sekembalinya Ruqayah dan Ummi Kaltsum ke rumah orang tuanya telah menambahkan lagi semangat ketabahan dalam keluarga Muhammad s.a.w. Justeru Rasulullah s.a.w dan keluarganya merasa beruntung dan lega kerana kedua-dua puterinya telah terlepas dari cengkaman keluarga Abu Lahab.
 
        Allah s.w.t telah menunjukkan kuasa dan kebesarannya. Uthman bin Affan, seorang pemuda Quraisy yang gagah, tampan serta dermawan yang juga salah seorang daripada sepuluh orang mukmin pertama yang telah dijamin masuk syurga telah berjaya menggantikan kedudukan Utbah di hati Ruqayah.
Uthman bin Affan bin Abi Al-‘Ash bin Umayah bin Abdus Syams adalah pemuda Quraisy yang paling tinggi darjatnya berdasarkan keturunan, kaumnya pula adalah kaum terhormat di antara kaum Quraisy pada zaman Jahiliah. Perkahwinan mereka kali ini tidak dimeriahkan oleh kota Makkah. Tetapi mereka adalah pasangan pengantin yang paling serasi dan menyenangkan sesiapa sahaja.
 
        Kaum muslimin yang sedikit itu amat berbahagia dengan perkahwinan ini, tetapi sebaliknya pula bagi kaum Quraisy. Kemarahan mereka bertambah menyala-nyala. Mereka hairan kerana semakin mereka tertekan, semakin kuat dan berjayalah Islam. Jumlah kaum muslimin yang sedikit itu juga telah berani menentang kaum Quraisy yang begiut ramai.
 
        Kaum Quraisy kebingungan melihat keadaaan ini. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menakut-nakutkan kaumnya agar tidak memeluk Islam, tetapi semuanya sia-sia belaka. Setiap kabilah telah berusaha mengembalikan kaumnya yang telah memeluk Islam. Diseksa dengan berbagai cara, dibaringkan di atas padang pasir yang panas terik, dipenjaradan berbagai derita lain telah mereka lakukan. Tetapi tidak ada satupun yang berhasil, mereka lebih rela mati daripada kembali ke agama nenek moyang mereka.
 
        Rasulullah s.a.w tidak sanggup lagi melihat penderitaan yang terpaksa dihadapai oleh kaumnya. Oleh itu, baginda telah menyeru agar kaumnya berhijrah ke Habsyah. Seruan tersebut telah diterima oleh Uthman. Setelah semua telah bersiap sedia, tibalah masa unutk mereka berangkat ke Habsyah bersama- sama dengan beberapa kaum yang lain. Perjalanan yang panjang akhirnya membawa hasil juga. Penduduk Habsyah menerima mereka dengan tangan terbuka. Keramahan memancar dari setiap mata penduduknya. Rajanya pula talah menjanjikan kawasan pertanian yang subur untuk mereka.
 
        Kehidupan mereka di Habsyah telah mendapat jaminan keselamatan. Meskipun demikian, hati mereka tidak pernah tenang, telinga mereka seakan–akan mendengar berbagai khabar tentang saudara-saudara mereka di Makkah. Kerinduan mereka kepada Makkah dan sanak-saudara tidak boleh terhapus begitu sahaja. Ruqayah tidak mampu untuk menahan gejolak kerinduan hatinya. Walaupun Uthman sentiasa ada disampingnya untuk melindunginya.
 
        Tetapi hatinya memberontak, kerinduan kepada kedua orang tua dan semua ahli keluarganya begitu menggetarkan dada. Kerinduan ini juga telah membuatkan Ruqayah jatuh sakit. Bahkan ketika terdengar khabar yang tidak begitu jelas tentang keadaan Makkah yang semakin buruk, Ruqayah telah pengsan dan mengakibatkan keguguran kandungannya.
 
        Setelah segalanya beransur pulih, keadaan Makkah juga bertambah baik. Keadaan ini telah mendorong mereka untuk kembali semula ke tanah kelahiran mereka. Ruqayah langsung menuju ke rumah oran tuanya sebaik sahaja tiba di Makkah. Namun semuanya tidak terduga sekembalinya ke rumah, dia hanya disambut oleh ayah dan adik-beradiknya sahaja. Ini adalah kerana ibunya, Siti Khadijah telah meninggal dunia.
 
        Ruqayah telah dapat kembali mengecap kehidupan di Makkah bersama keluarganya. Ketika Rasulullah s.a.w berhijrah ke Madinah, Ruqayah dan suaminya juga telah turut serta. Maka lahirlah putera sulung mereka di situ, yang diberi nama Abdullah. Bayi itu adalah sumber keriangan hatinya, segala kesedihannya terhibur dengan kemunculan si comel itu. Kematian demi kematian seakan-akan menjadi sejarah hitam dalam kehidupan Ruqayah.
 
        Kegundahan belum lagi hilang, disusuli pula dengan kematian puteranya yang baru sahaja berusia enam tahun kerana sakit. Penderitaan yang dialaminya telah membuatkan kesihatan Ruqayah merosot dengan cepat. Ruqayah telah diserang penyakit panas di kala kaum muslimin menyiapkan diri untuk berjihad. Uthman berkeinginan untuk sama berjihad namun keadaan Ruqayah tidak mengizinkan dirinya untuk turut serta. Namun penyakit Ruqayah tidak bertambah pulih malah dia telah menghembuskan nafas yang terakhir bersamaan dengan terdengarnya takbir kemenangan umat Islam di hadapan suami yang dikasihi dan mengasihi dirinya.
 
        Jenazah Ruqayah r.a telah disolatkan oleh Rasulullah s.a.w bersama kaum muslimin. Makam kota Madinah telah menerima penghuni baru iaitu Zatil Hijratain Ruqayah r.a, gelaran yang telah diberikan Rasulullah s.a.w kepada puteri keduanya itu. Yang beerti; “Orang yang telah berhijrah 2 kali, ke
Habsyah dan ke Madinah.”

ZAINAB AL-KUBRA R.A

 

ZAINAB AL-KUBRA R.A

        Seorang gadis comel yang belum berusia 10 tahun itu telah menjadi permata Bani Hasyim dan pemuda-pemuda di Makkah bersaing untuk meminangnya. Namun di antara pemuda Quraisy tersebut tidak ada yang bertuah seperti Abi Al-‘Ash bin Rabi’, anak saudara ibunya sendiri.
Pemuda gagah itu sering datang ke rumah Rasulullah s.a.w sehinggakan mendapat layanan yang istimewa dan tersebar berita yang menyatakan bahawa dia adalah calon suami bagi Zainab yang turut menjadi pujaannya semenjak kecil. Dia selalu memerhatikan puteri Rasulullah itu semenjak dari kecil hingga dewasa.
Zainab adalah puteri tertua yang menjadi tanggungjawabnya untuk membantu ibunya kerana waktu itu Khadijah telah berusia lebih dari lima puluh tahun. Keadaan ini membuatkan Zainab cepat matang meskipun usianya masih muda.

        Abi Al-‘Ash yang melihat kelembutan dan kecekalan Zainab merasa berbesar hati dan bahagia. Pekerjaannya sebagai pedagang sering menghalanginya dari berkunjung ke rumah Zainab, apalagi di musim Haji di mana kota Makkah akan dikunjungi pedagang dan mereka yang datang menunaikan haji, kepergiannya ke Yaman dan Syam dalam musim panas dan dingin. Di Ummul Qura’ dia tinggal agak lama sehingga berbulan-bulan. Meskipun begitu, bayangan Zainab tetap lekat di pelupuk matanya sehinggakan terpisah jauh pun hatinya tetap tenang.
        Abi Al-Ash’ seorang yang suka merendah diri. Dia tidak pernah mempamerkan keberkesanannya menambat hati Zainab. Ini kerana dia tidak mahu menimbulkan permusuhan dengan pemuda-pemuda saingannya, tetapi cukuplah hanya dengan menyuarakan isi hatinya kepada ibu saudaranya Siti Khadijah yang baik hati itu.
    Abi Al-Ash’ menjadikan rumah Muhammad sebagai kiblat kedua setelah Kaabah, apabila dia pulang dari perjalanan jauh. Zainab berasa gembira sekali apabila dapat bertemu dengannya, apatah lagi apabila mendengar berbagai pengalaman yang diperolehi oleh pemuda pujaannya itu. Kadang-kala Abi Al-Ash’ membawakan buah tangan yang khusus dihadiahkan kepada Zainab, seperti gelang, kalung dan sebagainya. Zainab menerima hadiah tersebut dengan gembira kerana hal ini masih dianggapnya sebagai hubungan persaudaraan. Siti Khadijah melihat perkembangan perubahan sikap Zainab dan beliau merasa senang dan setuju sekiranya puterinya itu jatuh cinta dengan Abi Al-Ash’.
 
        Mulai saat itu, Khadijah merestui anak saudaranya untuk datang dan meminang Zainab dari ayahnya. Sebenarnya beliau masih ingin bersama-sama puterinya itu, tetapi beliau khuatir sekiranya ada keluarga Quraisy yang ingin berbesan dengan suaminya yang jujur itu.
Rasulullah seperti biasa sangat bijaksana setiap kali berhadapan dengan Abi Al-Ash’. Baginda mendengar dengan penuh perhatian ketika Abi Al-Ash’ menghuraikan permintaannya untuk meminang Zainab. Pinangan itu diterima oleh Rasulullah atas persetujuan Zainab sendiri. Berita gembira tersebut tersebar di seluruh Makkah. Ramai pemuda yang kecewa kerana harapan mereka telah musnah, namun tidak ada celaan atau hinaan yang ditujukan oleh mereka.
 
        Keberhasilan Abi Al-Ash’ menyunting Zainab adalah kerana ibu saudaranya Siti Khadijah sentiasa memberikan dorongan kepadanya. Disamping itu, kejujuran Abi Al-Ash’ dalam berbagai perkara khususnya dalam bidang perdagangan membuatnya menduduki barisan pertama dari deretan pemuda-pemuda kaya yang ingin meminang Zainab.
 
        Tiba saatnya Abi Al-Ash’ dan Zainab memasuki hari pertama di tengah keramaian dan hidangan perkahwinan yang dihadiri sahabat handai seluruh pelusuk kota Mekah. Kini Zainab hidup dengan damai dan sejahtera bersama suaminya. Allah mengurniakan mereka seorang anak lelaki yang diberi nama Ali bin Abi Al-Ash’ dan seorang anak yang bernama Umamah.
 
        Pada suatu hari, Zainab mendengarkan kata-kata dari ibunya yang sangat menakjubkan tentang turunnya wahyu kepada ayahnya yang menyatakan bahawa ayahnya telah dilantik menjadi rasul. Mendengarkan perkhabaran itu, Abi Al-Ash’ rasa kurang senang, ketika suatu malam beliau melihat keadaan kesihatan isterinya semakin teruk. Beliau berkata : “Demi Allah aku tidak mendustakan ayahmu. Tetapi aku benci andai nanti ada orang yang mengejekku dan mengatakan bahawa aku meninggalkan agama nenek moyangku kerana menuruti isteriku, aku harap kau boleh menerima alasanku dan memehami kedudukanku.”
Mendengar permintaan suaminya itu, air mata Zainab menitis dengan derasnya. Ingin rasanya beliau lepas dari kegelapan itu dan memberontak dari rasa yang menghimpit dadanya, tetapi beliau masih ingat nasihat ibunya untuk bersabar.
       
        Pada suatu hari, Zainab mendengar khabar yang luas tersebar di Makkah bahawa kaum Quraisy mengejar Rasulullah s.a.w dan sahabat setianya Abu Bakar yang telah lari dari Makkah secara diam. Beliau berasa sangat cemas namun hatinya kembali tenang setelah mendapat khabar bahawa ayahnya telah selamat sampai ke Madinah. Tidak berapa lama selepas itu, ada utusan dari Madinah untuk membawa kedua-dua adiknya iaitu Umi Kalthum dan Fatimah ke sana.
 
        Ketika pemergian adik-adiknya, Zainab terlalu merindui kaum keluarganya terutama sekali ayahandanya, Rasulullah s.a.w. Namun kehadiran suaminya Abi Al- Ash’ menghalang keinginannya. Lebih mengecewakan lagi apabila mengingatkan kedegilan suaminya untuk tidak meninggalkan agama nenek moyang mereka.
Manakala di Madinah, Islam semakin tersebar luas dan pengikut Rasulullah s.a.w semakin ramai. Malah membentuk satu pasukan perang untuk menghadapi peperangan dan pertempuran kelak. Dalam beberapa tindakan, pasukan Muslimin telah berjaya menghalang aktiviti perdagangan Quraisy di Madinah.
Berita yang tersebar luas itu membuatkan penduduk Makkah bimbang dan membuat persediaan untuk berperang. Mendengar berita itu, Zainab menjangka akan berlaku peperangan antara Quraisy dan umat Islam Madinah. Zainab amat bimbang dan serba salah untuk memilih antara suami dan ayahnya. Ini kerana kedua-duanya akan berhadapan dengan peperangan.
 
        Oleh kerana, terlalu bimbang dengan keadaan peperangan itu, Zainab menjadi terlalu takut dan membayangkan bahawa dirinya akan menjadi balu dan anak-anaknya akan menjadi yatim. Sehinggalah beliau menerima berita yang mengejutkan daripada Atikah binti Abdul Muthalib memberitahu bahawa tentera Islam telah menang dalam peperangan tersebut dan Zainab berasa sangat bersyukur kepada Allah s.w.t.
Teringatkan suaminya beliau menangis, tetapi Atikah memberitahu bahawa Abi Al-Ash’ selamat tetapi telah menjadi tawanan Rasulullah, ayah mertuanya yang bijaksana. Setelah rombongan Quraisy pulang ke Makkah, beberapa pahlawan telah menyampaikan berita kepada keluarga tentera yang telah ditawan supaya ditebus semula. Ini termasuklah Abi Al-Ash’.
 
        Manakala di Madinah, pihak tawanan perang di layan dengan baik. Abi Al-Ash’ telah diasingkan daripada tawanan lain dan tinggal bersama mertuanya untuk jangka masa yang lama sehinggalah beliau ditebus semula oleh pihak Quraisy. Pada suatu hari, telah datang seorang saudara Abi Al-Ash’ iaitu Amru bin Rabi yang diutus oleh Zainab untuk menebus semula suaminya. Lalu diserahkan sebuah bungkusan berisi kalung hadiah perkahwinan Zainab daripada ibunya, Siti Khadijah. Melihat akan bungkusan itu, Rasulullah berasa amat sedih sekali. Selepas itu, Rasulullah telah meminta persetujuan dari para sahabat untuk melepaskan Abi Al-Ash’ dan mengembalikan tebusannya. Para sahabat telah menyetujuinya , lalu Rasulullah s.a.w membebaskan menantunya itu sambil membisikkan beberapa pesanan untuk anaknya, Zainab iaitu isteri Abi Al-Ash’
Kepulangan Abi Al-Ash’ disambut dengan gembira oleh Zainab dan beliau berdoa kepada Allah s.w.t supaya dibukakan hati suaminya untuk menerima Islam. Di dalam kegembiraan Zainab, beliau sedar akan kesedihan suaminya. Dengan perasaan sedih dan hiba Abi Al-Ash’ berkata kepada beliau:
 
        “Kedatanganku ini adalah untuk berpisah denganmu, Zainab.” Zainab seperti tidak percaya dengan kata-kata suaminya itu. Abi Al-Ash’ telah menyambung lagi kata-katanya: “Bukan aku yang akan meninggalkanmu tapi engkau yang akan meninggalkanku.” Zainab semakin bingung memikirkan kata-kata suaminya itu. Sepanjang pengetahuannya, puak Quraisy sememangnya ingin memutuskan perhubungan mereka dengan Rasulullah s.a.w sehinggakan kedua-dua adiknya terpaksa di hantar semula kepada ayahnya di Madinah.
 
        Demi janjinya kepada Rasulullah, Abi Al-Ash’ terpaksa menghantar isteri kesayanganya kembali kepada Rasulullah s.a.w. Tepat pada hari pemergiannya, tibalah adik Abi Al-Ash’ , Kinanah yang diamanahkan untuk menghantar Zainab ke Madinah. Keberangkatan beliau adalah ketika beliau sedang mengandung 4 bulan. Ketika dalam perjalanan, mereka telah dikepung oleh puak Quraisy sehingga berlakunya sedikit perbalahan antara Kinanah dan ketua puak Quraisy, Habar bin Aswad Al-As’adi.
 
        Akibat daripada perbalahan tersebut, Zainab telah mengalami keguguran. Melihat akan keadaan Zainab yang merintih kesakitan itu, Kinanah telah membawa Zainab kembali kepada suaminya di Makkah dengan perasaan malu dan terhadap amanah yang diberikan oleh abangnya itu.
Setibanya di Makkah, suaminya Abi Al-Ash’ telah meraway isterinya, Zainab. Walaupun keadaan Zainab belum pulih sepenuhnya, beliau tetap dihantar pulang oleh Kinanah dengan selamat tanpa gangguan daripada kaum Quraisy.
 
        Setibanya di Madinah, kehadiran puteri Rasulullah itu disambut dengan gembira oleh penduduk Madinah. Di dalam kegembiraan itu, tersebar juga berita kemalangan Zainab semasa dalam perjalanan kembali ke Madinah. Mendengar akan perkhabaran itu, Rasulullah sangat marah dan mengarahkan para musafir dan kabilahnya supaya membakar hidup-hidup sesiapa sahaja yang telah menganiaya puterinya itu. Namun baginda kemudiannya sedar bahawa hukuman bakar hanya layak diperintah oleh Allah s.w.t. Dengan itu, hukuman itu telah diganti dengan hukuman bunuh.
 
        Keesokan harinya, Rasulullah s.a.w telah mengutuskan orang untuk membatalkan keputusannya. Setelah 6 tahun berlalu, Zainab telah hidup di bawah pengawasan ayahnya, namun harapannya tidak pernah padam untuk menunggu suaminya masuk Islam. Sehinggalah pada bulan Jamadil Aqhir tahun ke-6 Hijrah, Abi Al-Ash’ telah datang berjumpa dengan Zainab. Beliau berasa amity gembira dengan kehadiran suaminya itu, namun kegembiraan itu bertukar apabila Abi Al-Ash’ berkata: “Zainab, aku datang ke Madinah bukan untuk memeluk Islam. Aku pergi ke negeri Syam membawa daganganku dan sebahagiannya adalah milik kaum Quraisy. Ketika aku hendak pulang, aku telah ditahan oleh pasukan ayahmu yang dipimpin oleh Zaid bin Harisah.
 
        Mereka menguasai semua baranganku dan aku telah melarikan diri dari mereka. Aku datang ke sini adalah untuk bersembunyi dan minta perlindungan darimu, Zainab.”
Beberapa saat kemudian, dengan kemapuan yang mantap, Zainab telah keluar dan berseru dengan keras: “Wahai kaum Muslimin, aku telah melindungi
Abi Al-Ash’ bin Rabi!” mendengar akan suara Zainab itu, Rasulullah s.a.w langsung ke rumah puterinya dan menemui Abi Al-Ash’ di dalamnya.
 
        Sebaik sahaja Rasulullah s.a.w datang, Zainab bermohon dengan penuh harap: “Ya Rasulullah…Aku melindunginya kerana dia anak ibu saudaraku dan juga ayah kepada anak-anakku.” Mendengar akan itu, Rasulullah berkata: “Puteriku, sayangmu dan penghargaanmu kepadanya janganlah sehingga melewati batas. Dia tidak dihalalkan untukmu.”
 
        Selepas itu, Rasulullah telah mengirim seseorang untuk mengawal abi Al-Ash’ menghadapnya di masjid, di mana di situ juga hadir para sahabat yang telah menahan Abi Al-Ash’ di perjalanan. Rasulullah berkata: “Inilah orang yang kalian tahan dan rampas hartanya. Kalau kalian kembalikan kepadanya, itu merupakan hal yang terpuji. Namun, kalau kalian tidak mahu itu adalah hak kalian.” Para sahabat menjawab: “Akan kami serahkan kepadanya, ya Rasulullah.”
 
        Maka mereka penuhi permintaan Rasulullah s.a.w., semua harta dan barang-barang yang dirampasnya telah mereka kembalikan. Abi Al-Ash’ menerima harta dan barang-barang tersebut dengan perasaan terharu. Dan pada waktu yang ditentukan, Abi Al-Ash’ berangkat dengan di hantar oleh Rasulullah s.a.w sendiri.
Abi Al-Ash’ langsung menuju ke Makkah, kaum Quraisy gembira dengan kadatangannya yang membawa harta benda serta barang-barang yang masih utuh. Selepas semua barangan itu diagihkan, dengan tegas Abi Al-Ash’ berkata: “Aku bersaksi, tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad itu adalah utusan-Nya. Demi Allah, yang menunda aku masuk Islam hanyalah kata-kata kalian, dia inginkan harta kita namun setelah Allah selamatkan aku, maka aku kembalikan harta ini kemudian aku akan masuk Islam.” Mereka yang mendengar kata-kata Abi Al-Ash’ jadi bingung. Malah ada yang terkejut seperti disambar petir. Namun Abi Al-Ash’ tidak peduli, langsung pada waktu itu juga beliau kembali ke Madinah.
Di bulan Muharram tahun ke-7 Hijrah, Madinah telah banyak membuka hati kaum Quraisy untuk masuk Islam dan ketika Abi Al-Ash’ datang ke Madinah untuk masuk Islam , beliau telah disambut dengan terharu oleh kaum Muslimin termasuk Rasulullah sendiri.
 
        Abi Al-Ash’ diliputi keraguan, beliau sedar bahawa Islam menghapus perbuatan di masa lalu, maka diberanikan dirinya untuk bertanya kepada Rasulullah s.a.w, apakah beliau masih berhak meminta kembali isterinya? Rasulullah memberikan restunya dan menyuruh Abi Al-Ash’ ke rumah Zainab. Maka
sekarang berpadu kembali keluarga yang dulumya terpisah.
Setelah hidup dengan aman dan sejahtera selama setahun, tibalah masanya perpisahan yang sebenar.Zainab wafat pada tahun ke-8 Hijrah kerana penyakit yang dialaminya sejak jatuh dari unta ketika keluar dari Makkah dulu. Abi Al-Ash’ begitu menderita ketika tiba saat kematian isterinya. Dirangkul dan ditangisinya jasad isterinya sehinggakan membuat sahabat lainnya ikut menitiskan air mata kedukaan. Tidak ada yang berani menahan Abi Al-Ash’ berbuat begitu sehingga datangnya Rasulullah s.a.w melarangnya dan kemudian menyuruh para wanita untuk memandikannya. Abi Al-Ash’ pulang ke rumahnya yang hanya tingal kenangan. Hampir sahaja beliau termakan oleh kesedihannya. Namun disebabkan hiburan dua orang anaknya, Ali dan Umamah, seorang perempuan yang mirip dengan ibunya telah mengisi kesepiannya.
 
        Begitu juga dengan Rasulullah s.a.w, baginda sering membawa Umamah kemana saja sehinggakan ketika solatpun. Rasulullah s.a.w masih memberikan kesempatan kepada Umamah naik ke atas bahunya ketika baginda sujud di lantai dan sehinggalah baginda selesai solat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
 
        Aisyah, isteri Rasulullah s.a.w pernah menceritakan bahawa pada suatu ketika Rasulullah s.a.w mendapat hadiah berupa kalung. Maka Rasulullah s.a.w berkata: “Aku akan berikan kalung ini kepada salah seorang ahli keluargaku yang paling aku sukai dan sayangi.” Isteri-isteri yang lain berkata: “Tentu sekali diberikan kepadakannya kepada Aisyah.”
 
        Ternyata dugaan isteri-isteri Rasulullah adalah salah. Rasulullah s.a.w telah memberikan hadiah tersebut kepada Umamah bin AbiAl-Ash’ yang dikalungkannya dengan kasih sayang seorang datuk. Sedang yang paling sedih dalam keluarga Rasulullah adalah Fatimah Az-Zahra. Ini adalah kerana baginya Zainab adalah ibu , kakak, kawan dan gurunya. Fatimah menangis apabila teringat jasa-jasa Zainab ketika dia masih kecil lagi. Kenangan akan Zainab telah mendorong dirinya untuk mengabadikan nama anak sulungnya dengan nama Zainab. Dengan begitu, dirinya boleh menyebut nama kakaknya itu setiap hari.
Tidak lama selepas itu, Abi Al-Ash’ pun turut meninggal dunia. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah taun ke-12 Hijrah semasa kekhalifahan Abu Bakar.
 
        Beliau telah mewasiatkan puterinya kepada Zubair bin Awwam. Setelah Fatimah, emak saudaranya itu wafat, Umamah tealh dikahwinkan dengan Ali bin Abi Thalib. Umamah menjadi isteri Ali sehingga suaminya itu terbunuh. Ali sempat berpesan kepada Umamah sebelum meninggal: “Aku khuatir kalau aku mati, engkau akan dilamar oleh Mu’awiyah. Maka kalau kau menginginkan seorang suami, aku relakan Mughirah bin Nufal bin Al-Harits bin Abdul Muthalib menjadi pelindungmu.”
Benar seperti apa yang telah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Setelah selesai iddah Umamah, Mu’awiyah telah menyuruh Marwan untuk melamar Umamah dengan mahar 100,00 dinar. Hal ini telah dikhabarkan kepada Mughirah lalu beliau berkata: “Kalau kau mahu, terserahlah!” Umamah dengan tegas menjawab: “Tidak! Aku tetap berpegang pada wasiat Ali.” Lantas Mughirah berkata: “ Jika begitu, engkau ku lamar.”
Maka Umamah menjadi isteri Mughirah sehingga mati. Tetapi beliau tidak mempunyai keturunan. Apatah lagi abangnya, Ali bin Abi Al-Ash’ juga telah meninggal dunia ketika masih muda lagi. Dengan kematian Umamah, maka habislah sudah keturunan Zainab binti Muhammad

Zainab binti Muhammad

 

Kisah Zainab binti Muhammad

Kisah Zainab binti Muhammad adalah contoh terbaik dalam memperkatakan kesetiaan seorang isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman. Zainab merupakan puteri sulung Muhammad bin Abdullah dan Khadijah binti Khuwailid, yang dilahirkan selepas dua tahun perkahwinan ibu bapanya. Ketika itu Muhammad berusia 27 tahun, sementara Khadijah 42 tahun.

Kelahiran Zainab memberikan kegembiraan yang tidak terhingga kepada ibu bapanya walaupun masyarakat jahiliah ketika itu tidak menyukai anak perempuan. Zainab menjadi remaja yang tertib hasil didikan orang tuanya. Dia dikagumi kerana cekal menguruskan adik-adiknya disebabkan usia Khadijah ketika itu agak lanjut. Ketika tiba usia perkahwinan, ibu saudaranya, Halah binti Khuwailid, telah melamar gadis itu untuk puteranya, Abu al-'Ash bin Rabi'. Perkahwinan Zainab dilangsungkan meriah dan ibunya memberikan seutas kalung sebagai hadiah perkahwinan. Pasangan ini dianggap ideal dan mereka hidup aman bahagia.

Ketika Muhammad berusia 40 tahun, baginda diangkat sebagai Rasulullah. Zainab antara orang yang terawal mengikut jejak langkah bapanya menerima Islam. Bagaimanapun Abu al'Ash enggan memeluk Islam dengan pelbagai alasan. Sebagai isteri, Zainab tidak dapat berbuat apa-apa tetapi dia masih tinggal serumah dengan suaminya. Lagipun ketika itu belum ada wahyu yang melarang suami isteri yang tidak seagama tinggal serumah. Ketika bapanya berhijrah ke Madinah, Zainab tidak turut serta kerana masih setia kepada suaminya.

Perang Badar meletus pada tahun ke-2 Hijrah /624 Masihi. Kaum musyrikin kalah teruk dalam pertempuran itu dan ramai yang menjadi tawanan di Madinah. Salah seorangnya adalah Abu al-'Ash, suami Zainab, menantu Rasulullah. Ketika mendengar suaminya menjadi tawanan bapanya di Madinah, Zainab telah mengirimkan kalung hadiah ibunya sebagai bayaran tebusan suaminya. Menitis air mata Rasulullah kerana baginda mengenali pemilik kalung itu dan memahami cinta Zainab terhadap suaminya.

Kaum muslimin bersetuju memulangkan kalung itu kepada Zainab dan membebaskan Abu al-'Ash. Kepulangan suaminya disambut gembira. Bagaimanapun dia amat terkejut apabila Abu al-'Ash menceraikannya. Abu al-'Ash memberitahu perceraian itu atas arahan Rasulullah berikutan turun wahyu yang melarang suami isteri tinggal bersama selepas salah seorangnya memeluk Islam. Kerana itu Abu al-'Ash mesti menceraikan Zainab dan memulangkan isterinya kepada bapanya di Madinah.

Kedua-dua suami isteri ini tidak dapat menahan kesedihan masing-masing apatah lagi kerana Zainab sedang hamil empat bulan. Abu al-'Ash tidak tergamak untuk mengiringi Zainab keluar Mekah, lantas mengamanahkan adiknya Kinanah menghantar Zainab ke sana. Dia berpesan supaya melindungi Zainab dan mempertahankan wanita itu dengan nyawa. Sementara di luar kota Mekah, Zaid bin Harisah dan seorang lelaki Ansar menjadi wakil Rasulullah untuk membawa puteri baginda ke Madinah.

Kaum kafir Quraisy mendapat tahu mengenai keberangkatan itu. Mereka keluar mencari Zainab dan bertembung dengannya di Dzi Thuwa. Untanya ditombak menyebabkan Zainab terjatuh dan mengalami keguguran. Abu Sufyan yang turut serta dalam kumpulan lelaki Quraisy itu memberitahu Kinanah bahawa tindakannya membawa Zainab keluar pada waktu siang adalah tidak tepat kerana ia akan menambahkan lagi malu mereka selepas kekalahan Perang Badar. Zainab pun dibawa balik ke Mekah untuk dirawat dan diserahkan kepada wakil Rasulullah pada sebelah malam.

Kedatangan Zainab ke Madinah disambut penuh gembira oleh masyarakat Madinah. Bagaimanapun Zainah dan Abu al-'Ash masih merindui satu sama lain dan sentiasa berharap untuk bersama semula. Pada tahun ke-6H, Abu al-'Ash mengikut satu rombongan dagang ke Syam. Dalam perjalanan pulang, rombongan mereka ditahan orang Islam dan semua hasil dagangannya dirampas. Dia tidak berani pulang ke Mekah dengan tangan kosong kerana dia tahu ramai yang sedang menanti untuk mendapatkan wang masing-masing.

Abu al-'Ash teringat bekas isterinya dan cuba meminta pertolongan. Dia menyusup masuk ke Madinah pada waktu malam dan meminta Zainab melindungi serta mendapatkan hartanya yang dirampas. Kerana cinta, Zainab berikrar membantu Abu al-'Ash. Rasulullah mendapat tahu hal itu dan menasihatkan puterinya bahawa Abu al-'Ash haram baginya sebelum dia memeluk Islam.

Bagaimanapun baginda faham bahawa puterinya itu masih mempunyai perasaan terhadap bekas suaminya dan pengorbanan besar Zainab terhadap Islam. Zainab akur dengan arahan bapanya dan menyerahkan Abu al-'Ash kepada orang Islam untuk dihukum. Abu al-'Ash ditanya kesediaannya untuk memeluk Islam tetapi katanya, dia perlu memulangkan hasil dagangan itu kepada rakyat Mekah terlebih dahulu supaya tidak digelar pengkhianat. Jika dia memeluk Islam dahulu, imej Islam pasti akan tercemar.
Harta itu dipulangkan kepada Abu al-'Ash. Dia kembali ke Mekah membahagikan hasilnya kepada rakyat dan dipuji kerana amanahnya. Selesai tugasnya, Abu al-'Ash mengumumkan pengislamannya dan berhijrah ke Madinah. Pasangan itu dikahwinkan semula mengikut syarak dan hidup bahagia. Kesan keguguran yang pernah dialami Zainab menyebabkan kesihatannya terganggu. Dia meninggal dunia
ada tahun ke-8H, diikuti suaminya empat tahun kemudian. Sehingga kini Zainab dikenang sebagai seorang isteri yang setia, juga taat kepada Islam.

MUJAHID & MUJAHIDAH

 



BERLINANGAN AIR MATA WAKTU MEMBACANYA...SEMOGA MENJADI CONTOH BUAT KITA SEMUA....

MUJAHID & MUJAHIDAH yang patut dicontohi.

Masing-masing telah pergi menghadap Ilahi dalam usia 20 tahun pada tahun 2013. Luangkan sedikit masa untuk menghayati kisah mereka berdua. Semoga ia bermanfaat untuk kita bersama.

~Ahmad Ammar Bin Ahmad Azam~

Beliau digelar oleh sahabat-sahabatnya sebagai “Syahid yang tertangguh”. Ahmad Ammar Ahmad Azam telah pergi menemui Tuhannya pada usia 20 tahun di dalam kemalangan jalan raya 2 Nov 2013 di Istanbul, Turki.

Beliau memilih bidang sejarah di Universiti Marmara dengan mendapat biasiswa Kerajaan Turki. Semangatnya untuk mendalami sejarah Uthmaniyyah dan melihat Kerajaan Islam kembali tertegak selari dengan cita-cita ayahanda dan bondanya.

Sememangnya beliau dilahirkan di dalam keluarga yang mementingkan ilmu, ibadah, dakwah dan pengorbanan. Ayahandanya Tuan Haji Ahmad Azam Abdul Rahman, mantan Presiden Abim sudah tidak asing lagi bagi para pendakwah dan gerakan Islam di Malaysia. Ahmad Ammar satu-satunya anak lelaki kepada pasangan Tn. Hj Ahmad Azam Abdul Rahman dan Puan Nur Azlina Aziz.

Sungguh bagi remaja semuda Ammar, untuk mendengar alunan Quran sebagai halwa telinga mungkin menjadi pilihan yang terakhir sekali. Namun tidak untuk Ammar. Beliau dikhabarkan keluar rumah setelah membaca al-Quran dalam tempoh yang panjang.

Malah pada usia semuda itu beliau telah menyertai pelbagai misi kemanusiaan di beberapa negara di dunia. Misi ke Syria begitu menyayat hati, seolah-olah Ammar tertinggal hatinya di Syria.

Meskipun letupan demi letupan meletus di kiri dan kanan malah terlalu hampir dengan hospital tempat penginapan mereka, namun Ammar teguh tidak gentar ingin terus membantu Syria. Allahu Akbar! Sejak pulang dari Syria itulah sahabat-sahabat menggelarnya “Syahid yang Tertangguh”.

Alangkah bertuahnya ayahanda dan bonda beliau kerana dapat menyaksikan sendiri perjalanan terakhir seorang anak dengan pengakhiran yang baik. Ribuan manusia memenuhi Masjid Abu Ayyub al-Ansari, malah dimakamkan berhampiran sahabat agung Rasulullah saw iaitu Abu Ayyub al-Ansari yang berjihad untuk membebaskan Konstantinopel dahulu.

Seorang sahabat menulis, Ammar adalah “Muhajir” dan menjadi tetamu kepada Abu Ayyub al-Ansari. Subhanallah indahnya “tawafuk” yang disusun Allah dan bukan kebetulan. Sekiranya kita masih mengingati sejarah hijrah Rasulullah s.a.w dari Makkah ke Madinah, bukankah Baginda Rasulullah s.a.w menjadi tetamu di rumah Sayyidina Abu Ayyub al-Ansari? Bukankah unta baginda s.a.w dengan hidayah Allah telah memilih rumah Abu Ayyub al-Ansari tidak yang lain?

Secara simboliknya Ahmad Ammar Ahmad Azzam berhijrah menuntut ilmu dari Malaysia ke Turki seperti hijrahnya Baginda s.a.w dari Makkah ke Madinah.

Taqdir Allah menentukan Sayyidina Abu Ayyub al-Ansari terpilih untuk memuliakan Rasulullah s.a.w di rumahnya, begitu jugalah Ahmad Ammar menjadi tetamu kepada Sayyidina Abu Ayyub al-Ansari di permakaman Eyup, Turki. Inilah rezeki beliau yang pastinya amat menggembirakan ayahanda dan bondanya yang kesedihan.Janji Allah amat jelas di dalam ayat 100 surah al-Nisa’:

“…Dan sesiapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian ia mati, maka sesungguhnya telah tetap pahala hijrahnya di sisi Allah. Dan Allah itu Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”

Subhanallah, pada pagi kejadian, Ammar keluar menuju rumah pelajar-pelajar baru dari Asia Tenggara dengan semangat untuk berkongsi ilmu dan bermuzakarah Rasail Nur karangan Imam Bediuzzaman Said Nursi. Malah catatan terakhirnya dan di masukkan ke dalam beg sandang beliau berbunyi:

“Perlu ada keredhaan Allah dalam amalan kalian. Sekiranya Allah redha sedangkan seluruh dunia berpaling daripadamu, maka itu tidak penting. Jika Dia telah menerima amalanmu sedangkan seluruh makhluk menolak maka ia tidak memberi apa-apa kesan pun… Kerana itu lah sepatutnya hanya redha Allah semata-mata yang menjadi tujuan utama di dalam khidmat dakwah ini.”

Namun seperti yang dicatatkan ayahandanya Tn. Hj. Azam beliau sempat melintasi jalan, namun kehilangan imbangan badan dan terjatuh lalu dirempuh sebuah ambulan. Beliau pergi pada usia 20 tahun, penuntut tahun dua Universiti Marmara.

Beliau amat rindukan syahid. Rupa-rupanya Ahmad Ammar ini telah pun menyaksikan bidadarinya sehingga beliau tidak lagi menoleh ke kiri atau ke kanan dalam mengejar cita-citanya. Beliau terus berkhidmat untuk berdakwah dan tekun beramal sehingga pada tarikh itu berakhirlah tugasan beliau di bumi yang fana ini.

Alhamdulillah kerana Allah dengan kasih sayang-Nya masih memelihara agama ini dengan adanya remaja-remaja seumpama Ammar. Masya Allah Tabarakallah!

"Kematian Ahmad Ammar telah menyentuh satu bahagian dalam diri saya yang tak mampu disentuh oleh tasawwuf mahupun rasional. Bukan hati dan bukan akal. Tetapi sesuatu. Saya yang fakir perkataan, menamakannya sebagai 'ammar'." - Ust Hasrizal

~Siti Hajar Binti Ahmad Sabir~

Mujahidah yang bernama Siti Hajar Binti Ahmad Sabir . Allahyarhamah adalah seorang pelajar UTEM dan telah pulang ke rahmatullah pada 20 Januari 2013 dalam usia 20 tahun setelah bertaruh nyawa selama 2 minggu di hospital akibat kemalangan bersama 3 orang sahabatnya . Di bawah ini kronologi hari-hari terakhirnya yang ditulis sendiri oleh ibunya iaitu Puan Nuraini Che Mat .

6 Jan 2013 (Ahad)

Kami dapat panggilan telefon mengatakan Hajar kemalangan. Segera bergegas ke Hospital Besar Melaka. Ramai pelajar UTEM sedia menunggu berita kemalangan itu.

7 Jan 2013 (Isnin)

Hajar dimasukkan ke wad ICU Mawar. Pegawai HEPA UTEM mula membuat lawatan.Doktor mencadangkan pembedahan segera dilakukan. Masalah kewangan mula berbangkit, wang kami tidak mencukupi’

8 Jan 2013 (Selasa)

Gerakan mengumpul derma utk pembedahan Hajar berjalan lancar. Pembedahan dilakukan pada pukul 1 tengahari. Pukul 6 ptg, pembedahan selesai.

9 Jan 2013 (Rabu)

Kesihatan Hajar baik sebelah pagi tapi merosot sedikit menjelang petang. Tekanan darah mula turun, lalu ubat untuk menaikkan tekanan darah segera diberikan. Muka dan badan mula sembab sebab dah 2 hari hanya drip air tanpa makanan. Sebelah petang, susu disalurkan ke perutnya melalui tiub. Walaupun tulang belakang telah di betulkan kedudukannya, saraf tunjang tetap telah tercedera dan kita menunggu dan berharap kekuasaan Allah Ke atas Hajar berkat doa semua sahabat di dalam dan di luar negara.

10 Jan 2013(Khamis)

Selepas Subuh tadi, kami lawat dia dan bacakan ayat2 suci dan syifa’. Dia tenang je.Kami berbual. Memang dia tak gelak tapi matanya lebih bermaya. Kami ceritakan tentang kawan2 yang datang, yang berkirim salam dan sebagainya. Memang dia tak dapat lawan bergurau, ketawa besar macam biasa tapi dia dengar kami tu pun dah cukup. Langsung tak tunjuk airmata pada dia. Kami usap tangannya, usap pipi dan dahi berkali2 dan bercakap dengan nada yang ceria juga. Tak boleh nak pandang dia dengan mata sayu, cakap dengan suara sebak..tak boleh. Kalau kita positif, kita ceria, aura kita berpindah kepadanya.

Ramai yang bersimpati dengannya lalu mencadangkan pelbagai bentuk rawatan pemulihan. Ada yang mencadangkan pergi kepada sekian-sekian dukun patah jika Hajar telah keluar dari Hospital nanti. Ada juga peniaga air yang menawarkan sebotol air pada harga RM25, dan menjanjikan penyembuhan dalam 10 minit sahaja. Hajar senyum . Pesannya, dia tidak mahu apa-apa rawatan yang menggunakan perantaraan jin dan hanya mahukan perubatan Islam. Dia rela lumpuh seumur hidup atau sanggup mati, asalkan tidak mensyirikkan Allah.

11 Jan 2013 (Jumaat)

Doktor dah benarkan makan bubur. Kami sudukan dengan sup ayam, sup sayur, ikan dan buah2an. Minum air zam zam pakai straw. Memang haus betul dia. Berkat air terbaik di atas mukabumi, dia segera nampak bertenaga. Menitis airmata sahabat2 melihat dia telah makan. Berebut2 mereka nak tolong layan Hajar. Suasana ceria berlanjutan dengan cerita2 lucu mereka.

Solat Hajat dilakukan di merata tempat dari sebelah malam hingga ke siangnya.UTeM sendiri menganjurkan solat hajat di Masjid, melibatkan kerjasama BADAR dan Majlis Perwakilan Pelajar .

Lawatan Naib Canselor, memberikan suntikan semangat luarbiasa kepada Hajar. Dia ingin sembuh. Dia ingin kembali belajar. Dan dia dijanjikan pelbagai kemudahan pembelajaran jika dia sihat dan masih berminat menuntut ilmu.

Sedikit jangkitan kuman mula dikesan di paru-paru menyebabkan pernafasannya tidak stabil.

12 Jan 2013 (Sabtu)

Doa dan kata-kata peransang tak henti2 masuk ke telefon untuk memberi semangat kepada Hajar. Kami perlu kuatkan pernafasannya. Latihan pernafasan mula diberikan supaya oksigen banyak masuk ke badan dan dia dapat melawan kuman2 yang datang menyerang. Hasilnya, kedua dua tangan dah boleh diangkat tinggi. Selepas ini, kami nak teruskan dengan latihan menggenggam. Semua ini menyakitkan, kerana itu motivasi dari sahabat2 amat diperlukan. Peranan saya sebagai ibu adalah untuk mengukuhkan keimanannya dan meletakkan pergantungan harapan sepenuhnya pada Allah.

Sebelah petangnya, Hajar di keluarkan dari ICU Mawar dan diletakkan di wad D3.

13 Jan 2013 (Ahad)

Akhirnya berbekalkan sedikit kekuatan yang diberi oleh Allah, saya terangkan situasi sebenar, kesan kemalangan itu kepada Hajar. The whole truth. Dan sebagai hambanya yang patuh, dia Redha dengan apa saja Qada dan QadarNYA. Pendapat doktor itu berdasarkan pengetahuan manusia. Yang mana ia hanya ibarat setitik air di lautan yang luas. Terlalu kecil kemampuan manusia berbanding dengan kekuasaan Allah itu sendiri. Baginya hidup mesti diteruskan, ada banyak lagi nikmat tuhan yang sedang dinikmatinya. NIKMAT TUHAN YANG MANAKAH YANG KAMU DUSTAKAN?

Setiap hari Allah menuntut perjanjian kita dengannya sebelum kita dilahirkan. Iaitu untuk mengakui DIA itulah tuhan kita yang layak disembah. Dia yang maha berkuasa, yang memiliki segala2nya. Sedang kita inilah si fakir yang tak punya apa2…dan sentiasa meminta2 darinya. Kalau dah lidah kita mengakui Allah itu maha berkuasa, maka ikrarkan pula dihati..yang DIA mampu mengubah nasib Hajar lantas menyembuhkannya sekalipun.

Takada rahsia lagi. Dia dah tahu dirinya lumpuh sementara. Dah tahu situasi tulang belakangnya, saraf tunjangnya yang cedera dan juga pembedahan yang telah dilaluinya. Tanpa setitik airmata, tanpa keluhan, tanpa menyesali nasib, tanpa mematahkan semangatnya untuk terus hidup, katanya kalau mak dan ayah boleh redha, dia juga akan redha. Banyak lagi tanggungjawab untuk digalas, ramai lagi diluar sana yang perlukan bimbingan dan kerana Allah masih selamatkan nya, dia akan bersyukur. Pasti ade hikmahnya.

Malam itu, sedang saya membacakan ayat2 suci kepadanya, dia kata “Mak dengar tak tu? Suara seruan tu?” Saya terdengar seruan bersahut2an dua atau tiga kali dari arah yang tak pasti. “Orang azan kot” tingkah saya. Dia jawab “mana pulak, azan mana ada SUBHANALLAH.. orang tu sebut SUBHANALLAH berkali2. Akak dengar, Cuba tengok jam, bukan masa azan, kan?.”akuinya penuh jujur. Saya rasa berdebar, “Selalu ke akak dengar?” “Selalu gak, entah siapa lah yang jerit tu gaknya…” jawabnya naif’

14 Jan 2013 (Isnin)

Sebelah siang Hajar demam.Batuk2 Kecil, Menjelang maghrib, cuaca sejuk, batuk makin memberat. Demam semakin tinggi mencecah 39C. Selsema, kahak tersumbat di saluran kerongkong dan belakang hidung. Hajar semakin lemah. Apabila pernafasan tersekat,Hajar menggelepar mencari nafas. Doktor segera bertindak bila kami menjerit meminta bantuan kecemasan diberikan dengan menyedut kahak menggunakan mesin penyedut. Tiup dimasukkan ke saluran kerongkong dan saluran hidung. Prosedur yang menyakitkan dan tidak selesa. Tapi masih tak banyak membantu, selsema mengalir lagi, dan kesejukan malam menyebabkan hidung tersumbat semula. Kami disuruh keluar semasa bantuan kecemasan itu. Keadaan agak membimbangkan. Kami berdua berusaha menolong dengan membacakan ayat2 suci dan zikir2. Menjelang tengah malam barulah dia bernafas selesa dan tidak mencungap cungap lagi. Keletihan yg teramat sangat..tetapi bersyukur terselamat dr situasi bahaya. Stabil.

Bila dah tenang, Hajar bercerita semula, semasa doktor membantunya dan kami memohon bantuan Allah, pertolongan tersebut telah datang. Bagaimana? Secara tiba2 dia sendawa berkali kali. Dan setiap kali angin sendawa itu keluar, terasa hidung yg tersumbat tidak tersumbat lagi dan dia boleh bernafas dgn selesa. Kemudian, dia terasa mukanya dipercikkan air 3 kali. Air yang sgt sejuk dan selesa. Dia yang sedang demam panas dan terasa muka berbahang, tetiba rasa sangat selesa dan demam mula menurun.SUBHANALLAH.

Hari dah jauh malam, suami saya nak pulang menjaga anak2 yang lain di rumah. Suami beritahu Hajar, dengan cepat dia jawab “Ayah percaya Allah tak?”jawab suami”Percaya”. Tambah Hajar lagi, “Kalau percaya pada Allah, ayah baliklah..Allah ada jaga akak kat sini.”Sesekali dia tersenyum manis. Kami tanyakan” kenapa senyum?” Dia jawab…”ada bau wangi sangat”.” Selalu ke akak terbau macam tu?”Jawabnya, “Kadang2 aje, kadang2 masa nurse datang, kadang2 waktu sahabat ziarah” Hati kami mula rasa sesuatu. Suami saya tak jadi balik. Kami berdua tertidur kepenatan menemani dia malam tu. Dipihak dia pula, terasa sangat aman dan damai. Malam yg sejuk dirasakan nyaman. Langsung tak rasa lapar dan dahaga. Menurutnya, sepanjang malam, dia memerhatikan kami berdua tidur dan mensyukuri apa saja nikmat yang sedang dinikmatinya.

15 Jan 2013 (Selasa)

Sebelah pagi Hajar masih tak bermaya. Semakin naik matahari, hidung semakin kurang tersumbat dan kesihatan mula beransur baik. Perjuangan untuk hidup diteruskan lagi. Bila demam berkurangan, Hajar akan kembali ceria, makannya akan berselera, makan pudding, bubur, sup ayam dan buah2an.. Rakan2 pun gembira melayan kerenah dia. Bila dia sebut teringin makan pisang…tetiba ada saja tetamu yang bawakan. Dia duduk tapi kepalanya agak senget – masih tak boleh kawal gerakan kepala. Spontan dia kata, “Kalau ade bantal kecil, boleh letak kat leher” lalu Allah perkenankan hajatnya. Bantal yang diidamkan dibawa oleh sahabat yang prihatin pada hari yang sama hajatnya diutarakan. (KUN FAYAKUN)

Tekak Hajar masih terasa sakit – perit. Mungkin sebab guna tiub penyedut kahak sebelumnya. Jadi ubat demamnya perlu dihancurkan dan dijadikan larutan. Saya bancuhkan paracetamol dengan sedikit air zam zam. “Akak, ingat ye, ubat ni alat je, Allah yang menyembuhkan” Dia angguk. Ubat di sudukan ke mulutnya. Pahit. Kecil matanya. Segera saya berikan air zam zam untuk diminum. Lepas itu dia tanya, “Air ape tadi?”. “Ehh..air zam zam lah, mana ade bagi air lain.” Dia senyum lagi. Saya tertanya2. Dia kata “Allah tolong akak, ubat tu memang pahit, tapi bila minum air zam zam tu, rasa macam air tu manis, ia basuh semua rasa pahit dilidah akak, Esok mak cubalah” Macam mana ni….nak percaya tak?

Malamnya, dia kena makan ubat lagi. Tanpa gentar, dia menelan ubat pahit tu dan tinggalkan sedikit untuk saya. Nekad untuk menyampaikan dakwah, saya telan baki ubat itu. Memang pahit. Dan bila air zam zam diminum, rasa pahit itu hilang tak berbekas. Seperti lumpur di lantai yang tertanggal semuanya bila air disiram kepadanya.

Kemudian dia mula bertanya bagaimana dia nak solat dalam keadaannya seperti itu. Saya terkedu. Telefon terus saya capai, meminta bantuan ilmu dari rakan2 yang lebih arif. Dan seperti dijangka, apa yang dimintanya, mudah benar utk Allah tunaikan. Ade saja sahabat yang prihatin dan sudi menolong.

Bila Doktor pelatih datang untuk mengambil sampel darah, Hajar menangis. “Akak dah lemah, makan pun tak seberapa, mana nak ada darah banyak. Doktor asyik ambil darah..tangan doktor tu besar,kematu, tak sensitive. Tangan akak kecil, Sakit tau ditampar2 tangan akak, dicubit2…dah tak jumpa urat darah tu, tak yah lah ambil darah. Akak tak nak doktor tu lagi”. Sayu hati mendengar rintihannya, tapi macamana? Mana boleh pilih2 doktor. Tapi Allah maha mendengar, esoknya doktor lain pula mengambilalih.

16 Jan 2013 (Rabu)

Usai solat subuh, saya dapati Hajar mengadu sakit perut. Macam kembung. Perut mula membengkak dan bergerak2. Saya sapukan sedikit minyak angin dan bacakan rukyah. Dia terasa nak muntah. Ya memang.. dia betul betul muntah. Berlambak2 muntah air hijau keluar dari mulutnya. Kami beri air zam zam kerana muntah tersebut memahitkan tekak. Tapi muntah berterusan…lagi…. lagi… dan lagi…”Akak tak nak pelawat hari ni”. Dan tengahari itu, memang takada pelawat yang datang.

Menjelang maghrib, dia suruh ayahnya solat. Kemudian saya pula disuruh solat. Saya katakan, “nanti siapa nak tolong bersihkan muntah? Mak solat lewat sikitlah…Dia jawab “Allah ada, Allah boleh bantu akak.” Terkedu. Saya pun tinggalkn dia untuk solat. Ayahnya pula pergi menjemput adiknya di Malacca Central. Selesai solat, saya dapati nurse sedang membersihkan Hajar. Bajunya yg terkena muntah digantikan. Kemudian dia kata, “Haa..kan betul akak cakap, Allah ada bantu akak. Mak pergi je, akak muntah, tapi nurse yg sedang rawat makcik kat sebelah tu ternampak akak muntah dan dia datang bantu.

Sepanjang malam, adik Hajar, Nabilah, saya dan suami saya hanya menadahkan kain menahan muntah hajar. Muntah…minum lagi…dan kemudian muntah semula. Bila reda sedikit, kami mula berbicara. “Akak, Nampak gayanya macam perut akak dah tak terima lagi air yang kami beri. Mungkin rezeki minuman akak dah habis. Mak bagi air untuk basah tekak je, tapi untuk menghilangkan dahaga, akak mohonlah rezeki dari Allah.

Ayahnya pula kata “Akak, kalau akak dipanjangkan usia, ayah akan belikan computer yg lebih ringan untuk akak, sesuai dgn kemampuan akak menggunakannya. Tapi kalau usia akak tak panjang, akak jangan sedih sebab akak akan dapat syahid dunia. Pujuk ayah lagi, “Akak, bila dajjal keluar nanti, orang2 yang beriman takkan dapat bekalan makanan sebab tak mahu sembah dajjal. Mereka akan berzikir sahaja, dan Allah cukupkan rezeki mereka. Mereka tak rasa lapar dan dahaga, Akak zikirlah ye”. Angguk.

Walaupun perbualan itu amat menyentuh hati, tapi masih tak mampu menggugurkan air matanya. Dia kata” Kalau mak dan ayah dah redha, takde sebab untuk akak tak redha. Kalau Allah izinkan akak hidup lagi, walau mcmana pun rupa akak waktu tu, akak akan berdakwah untuk beritahu orang tentang adanya pertolongan Allah, besarnya kekuasaan Allah. Mak tulis ye, biar tak lupa . Nanti akak sendiri yang akan ceritakan. Tapi kalau umur akak tak panjang, emak ceritakanlah bagi pihak akak”

Untuk adik2nya, dipesankan agar ubah penampilan berpakaian. Untuk rakan2, dia minta maaf dan memberikan kemaafannya kepada mereka. Adik2 dipujuk agar pakai jubah2 dan tudung dia yang banyak. Dia turut beritahu minta digantikan puasanya dan uruskan solat yg tertinggal sepanjang dia berada dihospital tu. Ada beberapa hutang kecilnya minta dilunaskan.

Kami tanya lagi. “ susah ke rasanya nak muntah tu tadi?” Jawabnya, “Taklah, senang je, Allah tolong.” “Tolong macamana?” tambahnya “Dah badan akak tak boleh keluarkan air2 kotor tu dgn cara biasa, Allah tolong keluarkan melalui muntah. Tak susah pun, rasa macam meludah je” MASYA ALLAH. Hajar sentiasa kaitkan apa saja yang dialaminya dengan Allah. Sentiasa berbaik sangka Allah menolongnya. Benarlah seperti hadis qudsi, Allah bertindak mengikut sangkaan hamba terhadapNYA. Jika kita yakin Allah menolong kita, maka Allah akan tolong.

Keputusan Xray menunjukkan perut dan usus besar membengkak teruk.

17 Jan 2013 (Khamis)

Situasi kritikal. Tak mahu pelawat lagi. Doktor sedang cuba menyelamatkan . Perut membengkak terus. Usus besar tidak menyalurkan najis dengan sempurna. Menurut doktor semuanya ada kaitan dengan saraf tunjang yang gagal menghantar arahan ke anggota badan. Ultrasound pula diambil. Hajar tenang. Berserah pada Allah menentukan yang terbaik untuknya.

Selepas waktu melawat tengahari, demam memburuk semula. Perut yang membengkak menyukarkan pernafasan. Doktor mula gelisah. Satu tiub dimasukkan ke perut melalui hidung bagi menyedut cairan di dalam perut. Lebih 1Liter cairan dikeluarkan. Hajar diarahkan berpuasa sehingga punca pembengkakan itu diketahui.

Demam lagi. Saya sudukan juga tiga sudu air zam zam ke mulutnya dari masa ke semasa. “Akak, jgn bimbang, kita orang Islam dah dilatih berpuasa. Redha ya .. mak bagi air zam zam ni hanya utk basah tekak, memang tak sempat sampai ke perut pun ia akan kering sendiri. Mintalah Allah hilangkan dahaga akak” . Dalam keletihan beliau jawab, “beratnya dugaan Allah ni , mak..” “memanglah…kan syurga Allah tu mahal harganya…sabar ya.. Nabi Ayub dulu pun diuji dengan berat” Dia angguk.. Doktor pasang drip…Dalam hati, saya tak putus2 membacakan ayat2 suci dan selawat untuk menolong beliau melalui kesukaran itu.

Menjelang asar, Hajar mula rasa bahang. Dia minta dimandikan. Panasnya kuat dibahagian dada. Dan terasa semua badan sakit2. Saya terdiam. Saya rasa, dia dah mula nak nazak. Waktu tu saya berdiri membelakangkan tingkap. Dia suruh saya beralih kedudukan. Dia nak pandang keluar tingkat. Saya tanya , nak tengok apa? Katanya : nak tengok Allah. Saya terkedu lagi. Katanya :” Allah marah sebab tak dakwah sungguh2. Tak mahu cari jalan lain, bila dakwah terhalang.” Saya jawab “Mintalah ampun dan banyakkan beristigfar pada Allah,” Angguk.Tak lama lepas tu, dia kata, matanya dah mula kabur. Saya membisikkan agar dia terus mengingati Allah. Angguk.Dalam termengah2 dia berkata”mak, izinkan akak pergi dulu, tapi akak tak nampak jalan” “ Ya, mak izinkan, mak doakan agar Rasulullah datang tunjukkan jalannya. Sekali lagi dia mengejutkan saya, bila dia kata dia dah tak boleh nampak, lalu bola matanya bergerak ke atas. Segera saya talkinkan berulang kali. Doktor dan nurse mula berkejar datang nak menyelamatkan. Saya disuruh keluar. Mereka mula memasang topeng oksigen,dan menaikkan tekanan darah.

Hati saya dah sebu. Saya tahu tadi tu Hajar dah nazak. Persiapan dibuat utk pindahkan Hajar ke ICU semula. Waktu maghrib tu, kami berkejar kejaran tolak katil Hajar ke ICU okid.

Hajar segera dibius dan getah saluran pernafasan dipasang ke mulutnya. Mesin pernafasan mengambilalih proses pernafasan. Itulah kali terakhir untuk dia berkata kata kerana selepas itu dia terus ditidurkan dan tak bangun2 lagi.

18 Jan 2013 (Jumaat)

Kami dimaklumkan ada air yang banyak diluar perut dan sekitar usus. Dikhuatiri usus Hajar telah bocor. Menjelang waktu azan zohor, untuk solat jumaat, jantung Hajar berhenti berdenyut. Doktor segera melakukan CPR. (Satu. Dua, Tiga, Empat, ……)saya nampak prosedur tu dr luar cermin biliknya. Hati saya terguris teruk…cpr dilakukan di dada, betul2 di atas kawasan pembedahan tulang belakangnya. Kalau dia selamat sekalipun, apa nasib tulang belakang tu, kan baru je lepas dibedah.

Walaupun jantung dapat digerakkan kembali, namun jantung Hajar hanya bekerja 1% sementara mesin pernafasan yg bekerja lagi 99% .Hakikatnya carta pernafasan di paparan skrin tu terasa semacam gimik.

19 Jan 2013 (sabtu)

Doktor pakar usus mengesahkan usus Hajar bocor dan perlukan tembukan kecil diperut untuk mengesahkan teori beliau. Sekiranya benar, pembedahan yang lebih besar diperlukan utk memotong usus yang bocor itu dan mencantumkan semula. Serentak dengan itu, kami diberi borang kebenaran pembedahan untuk ditandatangani. Semuanya atas nama nak menyelamatkan nyawa Hajar. Kami buntu. Suami meminta tempuh untuk bertenang dan berfikir. Kami perlu solat. Kami perlu berfikir dengan tenang. Kami mohon pertolongan melalui pertolongan Allah. Pukul 2 pagi, kami dipanggil semula. Terdesak, kami benarkan tembukan dilakukan diperut. Hanya pada Allah kami bermohon pertolongan dan petunjuk.

Belumpun sempat selesai pembedahan kecil itu, seorang lagi doktor memanggil kami. Berita besar yang disampaikan, buah pinggang Hajar tidak berfungsi sepenuhnya atau lebih tepat lagi..dah rosak dan perlukan dialysis darah. Hajar takkan boleh bertahan kalau darahnya tak dicuci kerana toksin dalam tubuh akan meningkat dan meracuni organ2 yang lain. Terdiam. Bermimpikah kami? Lepas satu, satu, organ badannya merosak. Namun begitu, dialysis tidak boleh dilakukan dengan selamat kerana keadaaan Hajar yang tidak stabil. Jantungnya dah pernah berhenti, dan boleh berhenti lagi semasa dialysis. Darahnya dah terlalu cair..dah lama tak makan. Pendarahan juga boleh berlaku kerana tekanan darah yang rendah. Jadi apa yang boleh kami perbuat? Sesudah berbincang, kami ambil keputusan tidak membenarkan cuci darah dijalankan kerana risikonya besar.

Tak lama lepas tu, pakar usus pula mengesahkan yang usus Hajar memang benar2 bocor dan pembedahan besar diperlukan. Kami tanya, adakah Hajar stabil untuk dibedah? Jawapannya TIDAK.Kami Tanya adakah masalah usus itu boleh selesai selepas pembedahan tersebut? Jawapannya. TIDAK PASTI MASALAH SAMA TAKKAN BERULANG LAGI. Lalu kami berikan jawapan yang paling selesa bagi kami iaitu tidak membenarkan sebarang pembedahan dilakukan lagi. Kami juga tidak membenarkan prosedur cpr dilakukan jika jantung terhenti lagi.

Doktor bercakap dengan berhati2. “Kalau itu keputusan Puan, Puan sedarkah apa akibatnya nanti?” Saya jawab, “ya, saya sedar, saya akan kehilangan anak saya, dan saya redha. Malah, kalau boleh , saya nak segala ubat dan mesin pernafasan dihentikan” Doktor menjawab, “Itu tak boleh, menyalahi etika, itu seperti membunuh pesakit. Kami tak boleh membunuh pesakit, tapi kalau Puan tak mahu lakukan semua yg kami dah cadangkan, mesin pernafasan tetap perlu terus dihidupkan. Cuma pesakit takkan mampu bertahan lama kerana toksin yang tinggi akan meracun dirinya sendiri.

Selepas itu, doktor terus mengawasi Hajar, dan pelawat telah dibenarkan menziarah tanpa had masa kerana Hajar hanya menunggu masa untuk pergi meninggalkan kita semua. Semua keluarga telah dimaklumkan, Hajar tak putus2 diziarahi oleh sahabat2 yang mengenali dan bersimpati. Masing2 ingin menatap wajahnya untuk kali terakhir

20 Jan2013 (Ahad)

Pagi itu kami berdua khusyuk dlm doa masing masing, hanyut dalam munajat kami kepada Allah memohon bantuan dan keringanan untuk sakaratul maut anak kami.Tepat jam 9.20 pagi, Hajar melepasi sakaratulmaut dan meninggal dunia dengan tenang dalam dakapan ibu dan restu ayah. Pergilah sayang, TUHANMU yang lebih menyayangimu telah menunggu. Terima kasih YA ALLAH kerana telah meminjamkan kami anak yang sebaik ini. 20 tahun kami berbahagia dengan kehadirannya.Terima kasih kerana menganugerahkan akhlak yang mulia terhadap anak kami ini. Kini kami kembalikan ia kepadaMU YA ALLAH.Dakapilah ia dengan limpahan rahmat kasih sayangMU yang maha Agung. Amin.. amin..amin..ya rabbal alamin.

Siti Hajar selamat dikebumikan di kampung keluarganya dengan lancar.Begitu ramai sahabat, pensyarah, pegawai university dan saudara mara hadir memberikan lawatan terakhir, memandikan, menyembahyangkan dan mengkebumikan beliau. Seluruh alam seakan turut bersedih dan merintih kerana kehilangan seorang mujahidah sejati. Cuaca mendung berterusan dari pagi hingga ke petang, ( tetapi tidak pula hujan), turut menyentap tangkai hati insan2 yang jujur menyayanginya.

*Kisah pemuda-pemudi pada jalan Illahi, sedang kita sedang melalui jalan yang bagaimana. Allah.